Semua riil dan nyata. Sekali lagi saya tekankan, saya sungguh bersyukur, indah tak terkatakan.
Sesak rasa di dada saat melihat batu besar di Taman Zaitun, di mana Yesus berdoa di situ. Terbayang Yesus sangat sedih, takut dan duka yang sangat dalam, sehingga mengeluarkan keringat darah.
Batu tersebut masih ada. Separuh dibiarkan berada di luar, di Taman Zaitun dan sebagian lain ada di dalam gereja segala bangsa.
Taman Zaitun, dengan pohon- pohon zaitun atau oliven. Ibu Ayala, guide berkebangsaan Israel dari suku Lewi menerangkan bahwa pohon zaitun tidak akan pernah mati meskipun ditebang. Berarti, pohon zaitun besar dan tua di kebun tersebut kemungkinan besar sudah ada sejak jaman Yesus.
Ibu Ayala menunjukkan jalan setapak berbatu- batu menuruni Bukit Zaitun ke kota tua Yerusalem yang dibiarkan tetap seperti apa adanya tidak diperkeras dengan aspal. Dibiarkan sama seperti dulu saat Yesus menapaki jalan tersebut.
Rombongan ziarah kecil kami yang hanya terdiri dari delapan peserta, sangat luxus dan intensif karena kami bisa mendengarkan dan bertanya langsung dengan guide yang menerangkan dengan baik sekali.
Saat kami menuruni Bukit Zaitun, kami boleh memilih naik mobil atau jalan kaki. Tentu saja beberapa dari kami yang masih kuat memilih jalan kaki. Kami sengaja jalan kaki untuk merasakan roh tempat-tempat bersejarah tersebut.
Tanah coklat berbatu- batu, di kiri kanan pohon zaitun, pohon delima di pagar-pagar rumah penduduk Yerusalem.
Menunggu di Depan Pintu Gerbang Kota Tua Yerusalem
Setelah beberapa waktu berjalan, kami sampai ke pintu gerbang kota tua Yerusalem. Gerbang dengan tembok tebal kuat dan pintu gerbang yang sempit untuk ukuran saat ini.