"Edward mah bilang takut, tahunya, nanti menang," Kayla melirik Edward. Edward hanya tersenyum kecil, kemudian berjalan menuju ke arah timnya untuk bersiap-siap.
Kayla dan Emilda mendapat kursi di bagian belakang karena gedung olahraga sudah hampir penuh. Pertandingan juga akan dimulai sebentar lagi, di mana Tim Eagles (nama klub basket tempat Edward berlatih) akan melawan The Monsters.
"Ayo semangat, Edward!" teriak Emilda dari kursi penonton.
"Edward, loe kece (keren) abis!"suara Kayla yang keras membuat beberapa penonton lain sempat melirik heran ke arahnya dan Emilda.
Ed, rebut bolanya!
Iya, gue tahu.
Ayo, loe pasti bisa!
Makasih.
Walaupun suara teriakan Kayla jelas terdengar, Edward tidak peduli. Ia terus mendengarkan telepati dari Emilda. Gadis itu tidak ikut meneriaki namanya berulang kali  seperti Kayla, tetapi, telepati dari Emilda-lah yang paling membuatnya bersemangat. Bagaimana tidak? Itu gadis yang ia sukai. Bohong, bila ia bilang tidak menyimpan perasaan apapun pada Emilda. Gadis itu spesial menurutnya. Ketika mereka 'dijodohkan' berdua dengan teman-teman mereka pun, Edward hanya dapat tersipu malu. Walaupun Edward tahu, Emilda hanya menganggapnya sebagai sahabat.
Sebenarnya, Edward memiliki sedikit pengalaman buruk soal jatuh cinta. Dulu, sewaktu SMP, ada seorang anak perempuan yang menyukainya, dan kebetulan, Edward juga jatuh hati dengan anak itu. Namanya, Alexa. Alexa ini dikenal sebagai primadona di angkatan. Emilda juga mengenalnya. Sejak Edward dan Alexa saling menyukai, Edward memiliki banyak sekali teman. Mulai dari menjadi kapten tim basket, sampai menjadi wakil ketua OSIS. Namun, Alexa menjauhi Edward secara tiba-tiba karena ia sudah berpindah hati kepada anak laki-laki lain. Katanya, anak laki-laki yang sekarang ia sukai itu jauh lebih keren dibandingkan Edward, lebih maco dan tidak pendiam.
Sejak saat itu, Edward menjadi lebih diam dari sebelumnya. Ia keluar dari klub basket dan tidak masuk lagi di OSIS tahun depannya. Ia menjadi murung dan semakin pendiam. Teman-teman yang dulu dekat dengannya juga ikut menjauhi karena tentu saja Alexa memberitahu hal yang tidak-tidak soal Edward. Setiap kali Edward membutuhkan bantuan, semua temannya selalu saja mencari alasan karena mereka ogah berteman dengan anak yang dicap ansos di angkatan. Keadaan mulai perlahan membaik ketika Edward dan Emilda mulai saling bertelepati. Lama-kelamaan, Edward mulai memiliki teman lagi karena sering mengobrol bersama Emilda dan teman-teman dekatnya. Gadis itu yang membuat senyumannya kembali. Ya, dia.