Negara tirai bambu itu justru meluncurkan aksi manuver kapal laut terhadap perairan LCS yang berpengaruh terhadap meningkatnya ketegangan laut di kawasan Asia Tenggara karena Nine Dash Line sendiri bertabrakan dengan kawasan Natuna, melintasi lautan di antara Vietnam, Filipina, Brunei Darussalam, dan Malaysia.
Menanggapi hal itu, aksi penyerangan kapal Cina menunjukan tindakan ingkar dalam perjanjian yang pernah dibuat sebelumnya antara ASEAN dan Cina. Hal tersebut dinilai sebagai ketidakseriusan Cina terhadap komitmennya dalam KTT khusus ASEAN-Cina pada 22 November 2021 lalu, dimana presiden Xi Jinping pernah berjanji menempatkan Cina sebagai kerabat dan berusaha mengedepankan dialog serta mencegah pertentangan berisiko memicu konflik kekuatan militer di kawasan.
Modernisasi Militer Cina sebagai Gerbang Konflik Terbuka
Kecenderungan negara kawasan Asia Tenggara dalam penyelesaian konflik lebih menjunjung tahap negosiasi melalui jalur damai.
Serupa dengan target pencapaian dalam ASEAN Community, tertulis bahwa :
ASEAN adalah sebuah komunitas untuk mengembangkan hubungan yang ramah dan saling menguntungkan, yang memperdalam kerjasama dengan Mitra Wicara, memperkuat keterlibatan dengan pihak eksternal lainnya, menjangkau mitra potensial, serta menanggapi secara kolektif dan konstruktif perkembangan global dan isu-isu yang menjadi perhatian bersama.
Dalam permasalahan LCS, bukan berarti para negara anggota ASEAN tidak memiliki power untuk melawan, namun lebih memilih untuk meminimalisir terjadinya konflik yang akan berujung memanas di masa mendatang.
LCS sebagai Bukti Peningkatan Rivalitas Cina-AS dan Keterbatasan ASEAN
Bukti dari rivalitas China-AS adalah respon AS beserta sekutu untuk ikut menunjukan status quo sebagai penentangan klaim unilateral China. Tentu potensi keuntungan dari eksplorasi wilayah LCS ini, dalam berbagai sumber media, China gunakan untuk pangkalan militer---kondisi tersebut akan menstimulus ketegangan negara yang bersinggungan dengan wilayah LCS.Â
Kemudian, tindakan ASEAN dalam meredam konflik ketegangan selalu berprinsip pada jalur diplomasi dan mendorong negara kepemimpinan Xi Jinping untuk mematahui COC (Code of Conduct) for addressing South China Sea (SCS) to establish rules and standards for regional peace and stability (Vu Hai, 2023).Â
Lalu dijelaskan bahwa posisi Indonesia dalam menghadapi konflik ini adalah menunjukan solidaritas dan penghormatan pada prinsip-prinsip UNCLOS 1982. Hal tersebut dapat didasari oleh keterbatasan ASEAN dalam mengambil tindakan militer action dan hubungan diplomatik dengan China, yang mana memiliki more powerful.Â
Dijelaskan juga bahwa power suatu negara akan sangat berpengaruh terhadap keterbatasan tindakan sebuah organisasi internasional, oleh sebab itu organisasi internasional dalam menjunjung tinggi norms and principle tetap tidak bisa mengimbangi kekuatan China meski pernah dilakukan sidang atas keberatan filipina dengan aktivitas militer China di LCS oleh mahkamah arbitrase PBB di Den Haag.
Pengaruh Tekad Kuat Modernisasi Militer Cina terhadap Kawasan Asia Tenggara
Berbanding terbalik dengan Cina, pengaruh kekuasaan seringkali membuat negara ini bertindak impulsif terhadap negara-negara lemah dan membuat jalur penyelesaian konflik menjadi lebih kompleks dari sebelumnya.