Mohon tunggu...
Theodorus BM
Theodorus BM Mohon Tunggu... Administrasi - Writer

Seorang pemuda yang senang menyusun cerita dan sejarah IG: @theobenhard email: theo_marbun@yahoo.com wattpad: @theobenhard

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Kasus Anjing Menggonggong (Detektif Kilesa)

24 April 2023   14:35 Diperbarui: 24 April 2023   14:40 381
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Bapak warteg segera menyajikan teh manis dingin. Sebenarnya aku paling tidak suka dengan es balok dari warung - warung seperti ini, tapi apa boleh buat, demi penyamaran. Yang berdiri di pintu berbalik. Ia mengenakan topi dari jerami, sehingga perkiraanku dia juga adalah penjaja makanan asongan.

"Saya lihat bapak berasal dari rumah. Bagaimana, pak, apakah sudah ada titik terang? Apakah polisi sudah tahu identitas dari yang dibunuh?"

Aku hanya mengangguk pelan - pelan, "Masih jalan buntu, pak. Kita bisa lihat sendiri. Rumah itu bobrok. Tidak pernah ditinggali. Tidak ada tanda - tanda manusia masuk ke dalam. Semuanya serba buntu."

Ia mendesah. "Iya, benar. Warga di sini juga sudah resah. Saya biasanya setiap pagi berkeliling antara jam sembilan dan jam sepuluh di kompleks ini. Tapi tadi pagi ramai sekali di rumah itu. Entah apa yang...oh, pak, mau beli mie baso? Sebentar."

Ia pun bergegas ke lapaknya di depan warung. Ternyata benar dugaanku, ia adalah seorang penjaja makanan. Aku menyeruput teh manisku, sebelum bapak warteg menyela.

"Saya juga kaget, pak. Saya tidak pernah melihat bapak di sekitar sini jadi saya asumsikan bapak dari media. Tapi tadi pagi ramai sekali. Baik warga kompleks sebelah dan awak media. Padahal biasanya sepi sekali, perumahan ini."

"Entahlah. Tapi saya kasihan dengan polisi. Mereka tidak mendapatkan bukti apa - apa." ujarku.

Di samping depanku adalah sepasang muda - mudi. Mereka memang adalah pasangan, tapi bukan di situ untuk pacaran. Ya, siapa juga yang memilih warung untuk arena pacaran, wahai Kilesa?

Si laki -- laki berkata, "Saya adalah penduduk daerah sini, pak. Ya, kalau bapak adalah awak media, boleh mengutip ucapan saya. Nama saya John. John Wicaksana. Kami sudah mencium bau - bauan menyengat itu seminggu ke belakang. Sebenarnya aku sudah bilang ke istriku ini sejak seminggu yang lalu. Tapi dia tidak percaya. Lihat, apa yang terjadi sekarang, sayang?"

Si wanita mendesah, "Siapa yang curiga hanya dengan mencium bau busuk saja. Kau ini kadang - kadang suka berlebihan. Kebetulan saja ada orang tewas di dalam rumah. Bisa saja itu bangkai kucing atau tikus. Bisa saja itu talang air yang jadi sarang kecoak. Bisa saja, banyak kemungkinan lain."

John tertawa mencemooh. "Mana ada sarang kecoak sebau itu? Sudahlah. Mas media, boleh catat ucapanku bahwa akulah yang memanggil polisi tadi pagi. Rata - rata orang sibuk upload di sosial media dan sejenisnya, tapi aku hanya memikirkan kepentingan hukum. Mas boleh berterima kasih padaku."

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun