"Ehm," sela Mahmud, "banyak orang yang tidak menyukainya artinya ada kemungkinan nyawa Omar dilenyapkan, bukan begitu? Dan sekarang di sinilah ia berdiri dan melayang, tidak berada di bawah tanah. Itulah pertanyaan terbesarnya menurutku, Kilesa."
Kilesa mengangguk dan berjalan kearah rangka yang menggantung, "Kau benar, Mahmud. Bagiku pertanyaan terbesarnya adalah bukan siapa yang melenyapkan nyawa Omar Suseno, melainkan mengapa ia berada di tempat ini tanpa diketahui oleh siapa pun. Aku sudah berpikir sedari tadi. Ada dua kemungkinan mengapa rangka ini tidak bisa turun ke dalam tanah bagi pelakunya."
"Apa itu, Kilesa?"
"Yang pertama, rangka ini mengandung unsur radioaktif, sehingga menimbunnya di dalam tanah akan memperburuk kondisi lingkungan."
Usep dan Mahmud dengan segera menghindar ke belakang, seakan - akan diterpa angin mendadak. Kilesa tersenyum, "Tenang saja, jikalaupun ada unsur radioaktif, tidak akan besar, buktinya kita baik - baik saja. Aku sudah meminta anak buah Mahmud untuk memeriksanya ke laboratorium kantor."
"Yang kedua, menurutku inilah yang terjadi."
Aku terdiam sebentar sebelum menjawab. Mudah - mudahan hipotesaku ini benar.
"Menjadi peringatan bagi seseorang di tempat ini, yang melihatnya setiap hari."
***
Adalah sebuah keajaiban bahwa kepala sekolah sepuluh tahun yang lalu masih bernyawa dan mampu berpikir sehat. Usianya sama seperti Omar Suseno, artinya tahun ini ia berusia 85 tahun. Ia menyambut kami di rumahnya. Teras sederhana dan teh manis hangat menyapa lidah kami.
"Selamat siang, anak muda. Sudah lama aku tidak dikunjungi orang. Sekalinya aku berkunjung, ah malah anggota kepolisian. Katakan kepadaku, adakah dari kalian yang merupakan anak didikku dulu di SMA CK?"