"Baiklah, kalau begitu, aku setuju. Kita kembali lagi esok hari, dengan harapan kami bisa membawa tubuh tuan Thomas Wijaya menuju rumah sakit untuk pemeriksaan lebih lanjut."
Para anggota keluarga pun saling mengangguk. Akhirnya kami pun mohon diri dari ruangan itu dan menuju pintu keluar. Belum kami sempat menutup pintu, suara argumen kembali terdengar dari dalam. Namun aku tidak ingin ambil pusing. Kami pun menyusuri jalan taman untuk keluar dari pekarangan. Charles menyeletuk.
"Sayang sekali, rumah seasri ini mengandung kebusukan di dalamnya."
"Apa maksudmu, Charles? Aku tidak tahu bahwa kau bisa berpuisi."
"Maksudku, benar -- benar ada mayat busuk, bukan, di dalamnya? Dalam waktu dua hari, pemeriksaan autopsi tidak akan berlaku lagi. Aku bahkan kaget mengapa kau setuju dengan usul Katrin, Kilesa."
"Aku setuju, agar kita bisa keluar dari rumah ini. Kita harus memanggil kesatuan."
Charles mengernyit, "Apa maksudmu, Kilesa? Jangan katakan bahwa tuan Thomas telah dibunuh, dan kau sudah tahu pelakunya."
Aku hanya menyunggingkan senyum. "Kita bertiga tidak akan sanggup, oleh karena itu kita harus memanggil kesatuan." Aku menoleh kepada Mahmud, "Kau benar, Mahmud, ini merupakan kasus kriminal."
"Seperti dugaanku, Kilesa. Jadi bagaimana sekarang? Perlukah aku memasang garis kuning di depan pagar ini?"
"Agar pelakunya tidak keluar? Ya, Mahmud, pasang saja."
Kasus lain dapat dilihat di sini.