Sekali lagi kami melihat seseorang sedikit kelimpungan. "Ovy...ovy...saya yakin. Tombak itu ada di tangan Ovy sebelum menembus kepala Yudi. Makanya ia kabur."
"Menurutmu ke mana ia pergi?"
"Aku tidak tahu. Mungkin bersembunyi di keluarganya. Atau mungkin, ia sudah berada di bandara untuk pergi ke luar negeri."
Perkataan Winda yang terakhir sedikit membuatku tercekat. Dengan bisik -- bisik aku memberi instruksi kepada Charles untuk memeriksa semua jalur transportasi saat ini, baik kereta, bandara, dan kapal laut. Ovy tidak boleh lolos. Sang polisi gendut pun lekas keluar ruangan.
"Apakah kau terguncang dengan kepergian Yudi?"
Winda menggeleng dengan hati -- hati. Sebagai seorang polisi kuakui ini cukup mengagetkan. "Anak itu memang tidak akan ditakdirkan berumur panjang. Kelakuannya liar, dan suka semena -- mena. Aku menjadi temannya untuk menjaga hubungan baik antara ayah kami. Begitu pula dengan Tommy dan Francis. Hanya Ovylah yang benar -- benar sayang kepadanya. Ironisnya ia pula yang menghabisi nyawanya. Dan kini ia kabur dan ketakutan."
Wawancara dengan Winda kucukupkan sampai di sini. Gantinya adalah seorang pemuda bertubuh kecil, kurus, dan berkacamata. Sebagai seorang anak konglomerat, tipenya seharusnya tidak termasuk pada golongan Yudi. Namun, penyihir pun kadang memakai jas.
"Selamat pagi, Francis. Kami langsung saja. Apakah kematian Yudi merupakan pembunuhan atau kecelakaan?"
"Teman -- temanku pasti sudah mengatakan kepada bapak. Ini kecelakaan."
"Siapa orang terakhir yang memegang mata kail pancing sebelum terjadinya kecelakaan?"
Dengan tenang Francis berkata, "Ovy, makanya ia kabur sekarang."