"Anjani, bagaimana menurutmu? Adakah lagi pengetahuan baru yang bisa engkau sampaikan? Apakah semuanya sama seperti saksi -- saksi sebelumnya?"
Anjani mengangguk dan berkata hampir semuanya sama. Ia juga mengakui bahwa Pak Tukiman memang terganggu dengan keberadaan Nebula dan suaminya. Namun karena ia datang jam sepuluh, ia tidak melihat kedatangan Nebula. Masuk akal. Aku lalu melirik ke samping. Yang tersisa adalah seorang bapak -- bapak kurus berusia tujuh puluhan, lebih tua daripada Tukiman sendiri, dengan memakai kaus oblong dan celana pendek serta kacamata besar. Aku bertukar pandang dengan Charles apakah perlu menanyai orang ini.
"Sejujurnya, tidak perlu, Kilesa. Semua bukti sudah ada. Semua keterangan mengarah pada Nebula. Tapi kalau kamu ingin menghindari membuat berita acara, silakan saja."
Kata -- kata berita acara membuat kepalaku pening sehingga aku mempersilakan sang bapak untuk duduk di hadapanku. Sikapnya santai, bahkan cenderung tidak sopan. Ia meletakkan korannya di atas meja, kemudian bersandar dan melipat satu kaki. Ia kemudian memperkenalkan diri sebagai Harianto. Tidak ingin berlama -- lama, aku langsung bertanya.
"Keterangan baru apa yang bisa bapak sampaikan kepada kami? Adakah yang berbeda dari keterangan -- keterangan sebelumnya?"
"Berbeda? Apa arti dari kata itu? Sebuah omong kosong yang dibalut dengan ketidakwajaran? Semuanya menguap ditengah opini yang berbisa."
Aku berpandang -- pandangan dengan Charles. Kami berdua bingung. Apakah orang ini mabuk? Apakah ia seorang pujangga? Aku mencoba bertanya sekali lagi. Dan inilah jawabannya.
"Terkadang mereka yang mengurusi kehidupan setelah kematian merasa bahwa mereka memiliki hak untuk mengurusi langit dan bumi juga. Kahyangan menangis. Surga dan neraka jenuh. Padahal kenyataannya tidak seperti itu."
Aku memejamkan mata. Diliputi rasa kesal, aku menanyakan hal yang utama. "Apakah Nebula yang menghabisi nyawa Pak Tukiman?"
"Menangis, menangislah kaum tertindas. Mereka ingin ladang mereka menumbuhkan padi -- padi unggul, kenyataannya mereka membunuhi kaum sendiri."
Jelaslah kesimpulannya. Orang ini tidak waras. Gila. Aku dan Charles sepakat untuk beranjak dari kursi, namun pada saat itulah aku menyadari sesuatu. Yaitu kata -- kata pertama dari Harianto mengenai opini berbisa. Aku kembali duduk. Charles bingung. Namun Harianto di hadapanku tersenyum.