Aku menatap salah seorang staff apartemen yang sedang menjinjing dokumen. Nampaknya Mahmud yang memintanya untuk bersiap -- siap jika aku membutuhkan. Di dalam hati aku tertawa, ia sudah paham kebiasaanku.
"Kamar apartemen ini atas nama siapa?"
Staff itu dengan sigap membuka dokumen dan menjawab. "Atas nama Lilis Kurniawati."
Aku tersenyum, "Nampaknya nama seorang wanita."
Charles mendesah, "Lalu untuk apa orang bernama Sapto Suryono ini berada di ruangan ini? Ah, menyusahkan saja."
Aku masih bertanya kepada staff hotel, "Ada data diri dan no telp yang bisa dihubungi tentang pemilik kamar?"
"Ada, pak."
Aku lalu menatap Charles seakan memberitahunya akan tugasnya. Ia memberengut pada awalnya, namun akhirnya menyanggupi. Ia membawa keluar staff hotel dan dokumen pemilik ruangan tersebut. Sementara itu di dalam ruangan, aku masih meneliti kasus bersama Mahmud dan tim forensik lainnya.
"Dugaanku adalah Lilis dan Sapto merupakan rekan bisnis, dan Sapto menjemputnya pagi ini untuk menuju sebuah pertemuan bisnis. Sapto sedang berkaca saat Lilis kemudian mengeluarkan senjata, lalu menembaknya dari belakang. Ketidakberadaan Lilis sekarang menguatkan pendapatku."
"Ya, aku pun berpikir seperti itu, Kilesa. Semua ini mengarah pada Lilis. Kita tinggal mengejarnya." ujar Mahmud menguatkan.
Aku berjalan -- jalan mengelilingi ruangan, mencoba berpikir.