KASUS SINGA DUDUK
Pukul 08.39.
"Tidak bisakah kau hentikan kunyahan kripikmu itu, Charles?"
"Kau sendiri tahu bahwa kau takkan bisa. Setinggi apa pun pangkatmu, walau sersan atau kapten tidak akan bisa membuatku berhenti mengunyah kripik ini. Bahkan kapten Jono sekalipun."
Aku mengeluarkan handphone dari dalam sakuku, dan layarnya sedang merekam pembicaraan. Charles menyerah. "Oke, oke, aku hanya bluffing saja. Bluffing. Mengerti, Kilesa? Tidak perlu merekam. Tekan tombol stop sekarang juga."
Aku tertawa cekikikan. "Baiklah." Kami lalu berbelok di pojokan dan terus melangkah dengan cepat. "Tolong briefing kasus ini, sekali lagi dengan cepat."
Charles sedikit tersedak, namun cepat menjawab. "Korban bernama Sapto Suryono. Ditemukan tewas di Apartemen Grand Cengkareng. Lantai 5, no 505. Waktu kematian diperkirakan antara pukul enam dan tujuh WIB."
"Tewas karena?"
"Sejauh ini update dari tim forensik adalah karena hantaman di kepalanya. Namun karena korban baru saja ditemukan satu jam yang lalu, mereka masih melakukan pemeriksaan. Oh, tunggu dulu. Mahmud dari forensik baru saja menambahkan keterangan. Ditembak. Ya, ditembak, Kilesa. Ini pembunuhan. Ditembak di kepala."
Aku sedikit bergetar mendengar kata pembunuhan dan ditembak. Memang aku sudah sering menangani kasus pembunuhan, namun sedikit sekali kasus berhubungan dengan pistol. Sebabnya, di negara ini benda bersenjata dilarang dan harus memiliki ijin untuk memilikinya. Kebanyakan kasus pembunuhan adalah akibat hantaman benda tumpul atau tajam.
"Siapa saja yang berada di apartemen?"