Raka Saputro berdiri di samping Rakai Pikatan sembari memandang prajurit -- prajuritnya, "Kau tahu, sudah dua hari ini aku tidak melihat kedua tuan putri. Jika itu yang menjadi sumber ketidaktenanganmu, aku bisa mencari tahu."
Rakai Pikatan menatap tajam ksatria di sampingnya, "Aku sudah bilang itu bukanlah urusanmu."
Raka Saputro mengangkat bahu, "Baiklah, taulan."
Seorang pelayan menghampiri Rakai Pikatan dan Raka Saputro, "Tuan -- tuan, kehadiran tuan -- tuan sekarang diharapkan di ruang pendopo istana oleh raja."
Raja Samaratungga memanggil kita?
"Aku dan Raka Saputro?" Rakai Pikatan mengulangi.
"Benar, tuan."
Rakai Pikatan dan Raka Saputro berpandang -- pandangan. Mengangguk tanda mengerti, mereka melangkah menuju ruang pendopo istana untuk menghadap raja. Memasuki ruangan, singgasana raja terlihat kosong. Dayang -- dayang sedang beristirahat di samping singgasana. Raja berada di samping jendela, memerhatikan prajurit -- prajuritnya berlatih tanding. Seseorang berpenampilan seperti penyihir berada di samping raja. Sang patih Medang, Ario Senopati.
Raja menyadari kedatangan Rakai Pikatan dan kompatriotnya. Ia meminta Rakai Pikatan dan Raka Saputro menghampiri. Kedua kolega itu berjalan menuju raja dan menghatur sembah.
"Selamat pagi, yang mulia raja. Salam dalam nama tripurusa."
"Selamat pagi juga, kalian berdua. Dharma Buddha menyertai kalian."