"Atas nama Samaratungga, raja Kerajaan Medang, aku ucapkan terima kasih atas bantuanmu."
"Terima kasih, panglima. Akan aku ucapkan salammu kepada Wikramadharmawan dan Raja Manarah. Walaupun itu tidak perlu, karena melindungi Iswana Isyana adalah kewajiban kami semua."
Joko Wangkir menatap Iswana, "Kau meminta bantuan kepada Manarah? Jasabhana saja tidak berhasil meluluhkannya. Lalu dimana rakyatmu sekarang?"
Iswana menjawab, "Mereka aman di tanah barat, panglima. Aku tidak akan sebutkan tempatnya. Begitu perang ini selesai, kami semua akan kembali."
Bagaimana mungkin Iswana bisa meminta kepada Manarah dan dikabulkan? Pria ini bilang melindungi Iswana? Apa maksudnya? Sudahlah, itu urusan lain. Yang penting pertempuran ini dimenangkan. Omong -- omong kemenangan...
Ingatan Joko Wangkir menyeruak secara tiba -- tiba. Belum selesai! Balaputradewa!
Joko Wangkir menatap Redian Lintarbumi. Ada sesuatu yang mengganjal pikirannya. Mengapa Balaputradewa berani menembus medan perang dengan sedikit prajurit?
"Redian, berapa prajurit yang kau bawa ke tanah Dieng ini?"
Lintarbumi menjawab, "Sekitar lima ribu orang, panglima."
Joko Wangkir mencoba melakukan perhitungan kasar di kepalanya. Dibagi dua pun dengan pasukan utara Merapi, seharusnya pasukan Sriwijaya ini masih unggul dari jumlah prajurit.
Pelan -- pelan Joko Wangkir menyadari sesuatu. Darahnya berdesir kencang.