Mohon tunggu...
Theodorus BM
Theodorus BM Mohon Tunggu... Administrasi - Writer

Seorang pemuda yang senang menyusun cerita dan sejarah IG: @theobenhard email: theo_marbun@yahoo.com wattpad: @theobenhard

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana Pilihan

Rakai Pikatan 3 [Novel Nusa Antara]

27 Desember 2018   08:48 Diperbarui: 27 Desember 2018   08:51 391
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Novel. Sumber ilustrasi: PEXELS/Fotografierende

"Bagaimana pantauan kedatangan Balaputradewa, panglima?" tanya sang panglima. Yang ditanya terlihat diam. Ia kembali memeriksa kembali perkamen - perkamen berisi laporan pemantauan arus laut dari tengah malam sampai pagi yang dilakukan anak buahnya lepas pantai. Akhirnya ia menjawab, "Tidak terlihat ada pergerakan besar di laut. Aku tidak mengerti. Balaputradewa tidak membawa kapal -- kapal besar."

"Atau ia tidak datang. Atau ia tidak menepati janji. Atau ia terlambat datang." tambah Joko Wangkir.

"Mungkin. Namun ia terkenal sebagai pemimpin yang menepati janji. Matahari sudah menunjukkan waktu kedatangannya. Lebih baik kita segera bersiap di tepi pantai untuk menyambutnya." jelas Mpu Panca sembari keluar dari pos pemantauan, diikuti oleh Rakai Pikatan dan Joko Wangkir. Rakai Pikatan menaruh hormat padanya. Jelas dalam tugasnya ia adalah orang yang terbaik. Namun kini semua dalam keadaan panik.

Seluruh prajurit menempati halaman istana. Hanya pemimpin: Ario Senopati, Joko Wangkir, Mpu Panca yang berada di barisan terdepan di tepi pantai untuk menyambut Balaputradewa. Rakai Pikatan tepat berada di belakang mereka.

Rakai Pikatan harus menghitung tepat seratus hitungan ketika sebuah kapal berukuran kecil berlayar kuning terlihat dari kejauhan, dan beberapa saat kemudian merapat pada pantai Kalingga. Seluruh pasukan bersiaga, termasuk para pemimpin yang menyiapkan senjata mereka. Ketika kapal tersebut melemparkan sauh di samping dermaga, sebuah sosok keluar dari dalam bilik kapal. Sebuah sosok yang bersahaja, paruh baya, memiliki karisma, dan terlihat sopan. Ia mengenakan sari kuning layaknya seorang Buddha, dan memakai sandal kulit. Sosok tersebut kemudian tersenyum, membungkuk dari atas kapal, dan menyampaikan salam.

Dari semua pemimpin hanya Ario Senopatilah yang membalas salamnya. Ia turun dari kuda dan membungkuk, sementara Mpu Panca menggelengkan kepalanya, dan Joko Wangkir terlihat yang paling kesal dari antara mereka. Mukanya terlihat masam dan ia mengeluarkan sumpah serapah yang dapat terdengar oleh Rakai Pikatan.

Balaputradewa datang seorang diri.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun