Mohon tunggu...
Dimar Pamekas
Dimar Pamekas Mohon Tunggu... -

Hanya seorang penulis

Selanjutnya

Tutup

Puisi

Ilusi / Fakta

8 September 2010   09:56 Diperbarui: 26 Juni 2015   13:21 89
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

<><><><><><><><><><><>

Tanpa terasa, enam bulan telah berlalu. Jessica, teman sekelasku itu, sekarang sudah menjalin hubungan denganku. Cinta, begitulah nama perasaan aneh itu. Butuh waktu satu bulan untuk menyadarinya. Aku sendiri keheranan, aku yang seorang pemikir butuh waktu lama untuk menemukan perasaan itu. Mungkin karena aku bukan orang yang senang bergaul, tapi mungkin juga karena aku baru pertama kali merasakannya.

Kuakui, aku termasuk orang yang sulit, sangat sulit jatuh cinta. Tapi, orang sepertiku yang sulit jatuh cinta ini kalau sudah berhasil jatuh cinta pada seseorang dia akan mencurahkan segala rasa kasih sayangnya dan akan sangat, sangat cinta terhadap orang yang dicintainya. Begitulah aku. Awalnya memang perasaan mengganjal itu hanya sedikit saja, tidak kuhiraukan. Tapi semakin dekat dengannya, rasa itu semakin mencekikku bagai ular anakonda bila didekati.

Karena itu, sekarang aku sudah benar-benar cinta padanya. Lebih dari apapun. Aku tahu aku terdengar begitu klise, tapi cinta memang sebuah hal yang pada keseluruhannya klise.

“Hei, San, kamu belum pulang juga? Ayo.”

“Ah, Jess, sayangku, aku tadi hanya.. melamun. Kalau begitu, ayo kita pulang.”

Kami berdua pulang bersama, berpegangan tangan. Jujur, aku akui sebenarnya dia merupakan seorang perempuan yang cantik, amat cantik. Kulitnya putih mulus, dengan potongan badan tinggi semampai, rambut hitam panjang dan hidung mancung. Bukan hanya itu, sifatnya pun tidak seperti perempuan kota kebanyakan, yang sering menghambur-hamburkan uang di malam hari dan menjual diri.

Dia seorang perempuan yang baik, amat baik. Sifatnya yang ramah dan hangat membuat semua orang tertarik padanya, dan tentu saja melemparkan pandangan iri padaku setiap aku berjalan bersamanya. Dia jarang memakai make-up, hanya sedikit saja sebagai sentuhan akhir, sekadar finishing touch untuk penampilannya yang sudah cantik itu. Dan itu membuatku makin cinta saja padanya.

“Jess, bisa kita duduk di sana sebentar?” tanyaku sambil menunjuk kearah sebuah pohon rindang.

“Tentu saja. Aku juga sebenarnya pengen kok.”

Maka, kami berdua duduk di bawah naungan pohon mahoni itu. Sebenarnya, aku mengajaknya karena ada sesuatu yang ingin kubicarakan dengannya. Hal yang sangat penting. Sudah lama, aku ingin mengatakannya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun