Mohon tunggu...
Humaniora

Relasi Beras dan Kursi dalam Karya Hunger Inc

17 November 2015   20:10 Diperbarui: 18 November 2015   20:34 244
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Terdapat beberapa makna yang kemudian muncul ketika kita menggali lebih dalam makna karya Hunger inc. ini. Pertama, hierarki sosial (superior-inferior) adalah suatu hasil rekayasa. Orang-orang dengan kedudukan (kursi) mampu menghimpun dana/kemakmuran (beras) dari rakyat, yang kemudian ditimbun dan sebagian dikembalikan lagi kepada rakyat yang membutuhkan. Secara kasat mata, terjadi proses memberi oleh orang yang berkedudukan dan aksi menerima yang dilakukan masyarakat miskin.

Dalam hampir seluruh tatanan kebudayaan, tentunya si pemberi dinilai superior sementara penerima dipandang inferior. Padahal, sumber dana pemberian tersebut berasal dari rakyat juga, dan orang berkedudukan (pejabat) hanya berfungsi sebagai penyalur. Oleh karena itu, fenomena ini kemudian disebut sebagai ‘permainan hierarki sosial’, karena kedudukan superior-inferior yang kemudian muncul, bukan berasal dari nilai sebenarnya dari kedua belah pihak yang terlibat.

Makna kedua yang muncul adalah dekonstruksi mengenai kemakmuran dan kedudukan. Selama ini, kita memandang bahwa kemakmuran akan membawa orang pada suatu kedudukan (tingkat hierarki sosial) yang lebih tinggi. Namun, dalam prakteknya di ranah pemerintahan, seseorang biasanya memperoleh kedudukan untuk mengejar kemakmuran. Hal tersebut terbukti dengan tingginya tingkat korupsi yang disimbolkan dengan gundukan beras di sekitar kursi.

Makna ketiga yang muncul adalah, kemakmuran (beras) dapat difungsikan sebagai pelindung kekuasaan (kursi). Supremasi hukum yang seharusnya berlaku merata bagi semua orang, dapat dengan mudahnya dipatahkan oleh harta dan kedudukan. Hukum di Indonesia, yang diharapkan mampu melindungi semua orang tanpa terkecuali,  dalam realitasnya justru lebih sering runcing ke bawah. Karung-karung beras yang meliputi ketiga sisi kursi (kanan, kiri, atas), dapat dipersepsikan sebagai benteng yang melindungi suatu kedudukan.

Kemakmuran (harta) dapat menjadikan seseorang seolah kebal akan apapun. Hal tersebut juga merupakan salah satu bentuk permainan hierarki sosial yang menjadi ide utama makna denotatif instalasi Hunger inc. ini. Kemakmuran dan kedudukan mampu membuat seseorang melejitkan kedudukannya sendiri menjadi di atas hukum, yang seharusnya berdiri di puncak hierarki sosial.

 

Real Estate dan Penggusuran Lahan

Terdapat makna lain yang muncul dari relasi beras dan kursi dalam karya Hunger inc., ketika diletakkan dalam konteks isu lokal yang belakangan terjadi di Yogyakarta, yaitu pembangunan hotel dan perumahan besar-besaran di atas lahan-lahan pertanian. Selain dimaknai sebagai lambang kemakmuran, kejayaan dan kekuatan, beras juga dapat dihubungkan langsung dengan lahan-lahan pertanian, terutama sawah. Sementara, kursi dapat dimaknai juga sebagai habitat (tempat tinggal), selain sebagai kedudukan atau kekuasaan. Kedua hal tersebut mampu dengan kuat menyimbolkan dua variabel yang sangat berpengaruh dalam kasus kelangkaan air yang belakangan mulai melanda Yogyakarta; pembangunan hotel dan perumahan secara masif yang berakibat juga terhadap berkurangnya lahan pertanian.

Dilansir oleh detik.com, salah satu aktivis Gerakan Jogja Asat, Dodok Putra Bangsa warga kampung Miliran, Umbulharjo Kota Yogyakarta mengungkapkan bahwa sejak berdirinya salah satu hotel di Jalan Kusumanegara, warga sekitar mulai mengalami kekeringan di musim kemarau. Padahal, sebelumnya mereka tidak pernah mengalami hal tersebut selama puluhan tahun menghuni kawasan Jalan Kusumanegara. Menurut Dodok, pembangunan hotel-hotel tersebut semakin menekan masyarakat miskin. Masyarakat menjadi korban kerusakan lingkungan, salah satunya adalah persoalan air bersih yang selama ini diambil dari sumur.

Tak bisa dipungkiri, meningkatnya bangunan di Yogyakarta otomatis akan menyebabkan berkurangnya daerah resapan air yang berdampak pada menyusutnya air tanah. Selain itu, sebagian lahan yang awalnya difungsikan sebagai lahan pertanian namun kemudian disulap menjadi bangunan-bangunan permanen, tentunya akan mempengaruhi produksi pangan (terutama beras) di Yogyakarta. Pola-pola inilah yang nantinya akan menggeser gaya hidup masyarakat yang tadinya produsen menjadi konsumen, karena lahan-lahan yang tadinya digunakan untuk menghasilkan bahan pangan, diubah menjadi perumahan dan hotel yang tujuannya untuk dikonsumsi.

            Berdasarkan hal-hal di atas, dapat disimpulkan bahwa instalasi Hunger inc., memiliki beberapa makna yang kemudian muncul terkait dengan konteks pengembangan hotel dan perumahan di Yogyakarta. Pertama, kursi yang dipersepsikan sebagai pengganjal beras dapat diartikan sebagai bangunan-bangunan permanen (tempat tinggal) yang pelan-pelan mendesak kedudukan lahan penghasil bahan makanan, terutama beras. Kedua, kursi (pengembang perumahan dan hotel) telah merampas hak-hak rakyat akan beras (kesempatan produksi bahan makanan) yang disimbolkan dengan tumpukan beras yang ditimbun di sekitar kursi. Ketiga, relasi antara berkurangnya lahan pertanian dan meningkatnya jumlah bangunan permanen (disimbolkan dengan posisi beras yang digantikan kursi)  menunjukkan terjadinya perubahan perilaku di dalam masyarakat yang tadinya produsen menjadi lebih condong ke arah konsumerisme.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun