Eka Tjipta Widjaja, namanya sangat populer sebagai orang terkaya keempat di Indonesia. Total kekayaan bos pemilik Sinar Mas group ini mencapai lebih dari $3 Milyar. Siapa yang menyangka ternyata Eka hanyalah lulusan SD.
Tidak hanya Eka, fakta menyebutkan bahwa masih banyak orang-orang yang tidak mempunyai kesempatan pendidikan komplit tetapi sukses berkarir. Sebut saja Andri Wongso seorang motivator dan pengajar, Lanny Siswadi pemilik sambal Bu Rudy dan banyak lagi yang lainnya.Â
Pengalaman pribadi saya juga pernah mengenal beberapa relasi yang bahkan SD saja nggak lulus namun kekayaannya luar biasa. Fenomena yang awalnya menurut saya anomali ini semakin lama semakin menarik untuk dipelajari.Â
Mengapa banyak orang yang secara pendidikan formal bukan cuma gagal tetapi tidak punya kesempatan namun menjadi pribadi yang sukses. Sedangkan disisi lain jumlah pengangguran di Indonesia naik dari tahun ke tahun dan didominasi oleh mereka yang mempunyai gelar pendidikan yang sebenarnya bisa dikatakan cukup.
Grafik diatas menunjukkan bahwa peringkat pertama profil pengangguran di Indonesia ditempati oleh lulusan SMK. Kemudian disusul lulusan Diploma (I/II/III). Lulusan SMA di peringkat ketiga dan lulusan S1 peringkat keempat. Sedangkan masih dari data BPS diketahui bahwa total jumlah pengangguran di Indonesia sudah mencapai 6,88juta atau naik lebih kurang 60.000 orang dibandingkan tahun sebelumnya sebanyak 6,82juta.
Setelah melakukan riset kecil-kecilan, akhirnya saya sampai pada sebuah hipotesa yang mungkin bisa menjelaskan realitas diatas. Hipotesa ini saya beri nama paradigma berpikir manusia.Â
Semua makhluk hidup mulai dari amoeba hingga manusia memiliki kemampuan alamiah yang disebut dengan kecerdasan (intelligence). Tingkat kecerdasan inilah yang ternyata menjadi faktor utama keberhasilan atau kesuksesan.
Pada umumnya kita mengukur tingkat kecerdasan hanya dari sudut pandang pendidikan formal (SD/SMP/SMA/Kuliah). Mungkin tes IQ cukup mendekati sebagai instrumen mengukur kecerdasan, namun ternyata juga belum begitu akurat memprediksi kesuksesan seseorang di masa depan. Saya tidak mengatakan pendidikan formal tidak penting, tetapi bagaimana sistem pendidikan itu mengakomodir kebutuhan seseorang akan peningkatan kecerdasan adalah sesuatu yang ingin saya tekankan disini.
Bayangkan sekawanan singa sedang memburu seekor rusa, tanpa perintah siapa-siapa mereka sudah memahami tugas masing-masing. Kalau ada seekor singa menggigit leher rusa, maka teman-temannya akan menggigit bagian lain misalnya kaki atau punggung. Dibutuhkan kerjasama yang luar biasa dalam menaklukkan rusa. Padahal singa-singa itu nggak pernah sekolah.
Tim sepak bola misalnya, mereka dengan kompak bekerjasama untuk mengolah bola dan memainkan strategi diatas lapangan untuk mengalahkan lawan. Beberapa pemain kunci bahkan bisa memprediksi kemana arah bola, dimana posisi temannya dan bisa kreatif membuka peluang. Kemampuan-kemampuan inilah yang membuat seorang pemain sepak bola berharga mahal.
Howard Gardner pernah menulis bahwa yang dimaksud dengan kecerdasan adalah kemampuan untuk menemukan masalah, mengidentifikasi masalah, memecahkan masalah tersebut dan menciptakan suatu produk bernilai yang dihasilkan dari kebudayaan. Ada sembilan macam kecerdasan menurut Gardner (biasa disebut dengan istilah Kecerdasan Majemuk).
1. Kecerdasan Linguistik yaitu kemampuan untuk menyusun pikiran dengan jelas dan mengungkapkannya melalui kata-kata seperti berbicara dan menulis.
2. Kecerdasan Matematis-Logis yaitu kemampuan untuk menangani bilangam dan perhitungan, serta pola pemikiran logis dan ilmiah.Â
3. Kecerdasan Intrapersonal yaitu kemampuan untuk mengerti dan memahami orang lain.
 4. Kecerdasan Interpersonal adalah kemampuan yang berkaitan dengan pengetahuan akan diri sendiri. Mengenali potensi diri dan tahu apa yang diinginkan.Â
5. Kecerdasan Visual-Spasial yakni kemampuan seseorang dalam melihat dan mendesain suatu objek dengan detail.Â
6. Kecerdasan Musikal yaitu kemampuan dalam merangkai nada, irama dan suara.
7. Kecerdasan Kinestetik adalah kemampuan menggabungkan gerak fisik sehingga mampu mengoptimalkan anggota tubuhnya.Â
8. Kecerdasan Naturalis yakni kemampuan untuk memahami alam lingkungan dengan baik. Mengenali berbagai jenis flora, fauna dan fenomena alam lainnya.Â
9. Kecerdasan Spiritual adalah kemampuan untuk memahami tujuan seseorang diciptakan didunia. Serta keterhubungan dengan Sang Pencipta.
Bermacam-macam kecerdasan diatas tidaklah wajib dimiliki semua. Pasti ada salah satu atau beberapa yang mendominasi.Â
Dalam hubungan sosial, pribadi dan karir agar seseorang berhasil perlu memiliki kecerdasan emosi yaitu kemampuan dalam menerima, menilai, mengelola serta mengontrol emosi dirinya dan orang disekitarnya. Kecerdasan emosi ini merupakan faktor penting dalam membangun hubungan yang sukses dan juga sebagai sarana mempertahankan hidup yang bahagia.
Berkaitan dengan teori diatas maka kecerdasan emosi terdiri atas kecerdasan intrapersonal dan kecerdasan interpersonal. Inilah yang wajib dimiliki setiap individu. Dengan memahami diri sendiri maka kita mampu mengendalikan diri dan dengan memahami orang lain kita mampu beradaptasi.
Kecerdasan emosi diatas tidak lepas dari kemampuan atau cara berpikir seseorang. Cara berpikir inilah yang menjadi kunci utama yang akan membawanya menuju kehidupan bahagia. Ada empat level kategori cara berpikir manusia.
- Deklaratif
- Kumulaitf
- Serial
- Paralel
Cara Berpikir Deklaratif
Merupakan cara berpikir yang paling (mohon maaf) primitif. Deklaratif adalah cara berpikir yang sangat kecil memiliki pilihan kemungkinan untuk menyelesaikan sebuah masalah atau tantangan. Cara berpikir deklaratif ditandai dengan kata dasar "Atau"
Sebagai contoh, ada seorang pemuda jomblo yang belum punya pekerjaan. Dia sedang naksir seorang wanita tetapi diberikan syarat harus kerja dan punya penghasilan tetap. Di desa tempatnya tinggal banyak sekali ragam buah-buahan seperti mangga, nanas, melon, semangka dan sebagainya.
Karena harus punya penghasilan akhirnya pemuda ini memilih untuk menjadi penjual mangga atau penjual melon atau penjual semangka. Dengan harapan menjadi penjual buah bisa memberikan penghasilan untuk melamar sang wanita.
Cara Berpikir Kumulatif
Berbeda dengan deklaratif, kalau cara berpikir kumulatif menggunakan kata dasar "Dan". Jadi cara berpikir model ini memiliki opsi penyelesaian masalah yang sedikit lebih banyak dari cara pertama.Â
Kita lanjutkan contoh pemuda diatas. Dengan menggunakan cara berpkir kumulatif, maka dia akan memilih untuk membuka toko buah kemudian menjual buah mangga dan nanas dan melon dan semangka. Semakin banyak ragam buah yang dijual harapannya penghasilan yang didapatkan lebih besar.
Cara Berpikir Serial
Level ini sudah masuk kategori tinggi. Orang dengan cara berpkir serial menggunakan kata dasar "Jika... Maka...". Dengan model berpikir serial seseorang mempunyai alternatif pilihan yang banyak dalam menyelesaikan masalah. Selanjutnya bahkan bisa menciptakan sebuah kreasi dari proses mengolah tantangan dan masalah yang dihadapi.
Tidak hanya toko menjual buah-buah segar, jika pemuda tersebut menggunakan cara berpikir serial maka dia bisa mengkreasikan parsel buah. Karena buah yang dibentuk parsel memiliki nilai lebih dibandingkan dijual per klio saja. Atau bisa juga mengolah buah-buah menjadi jus seperti jus mangga, jus semangka, jus melon dan lain-lain.
Cara Berpikir Paralel
Merupakan cara berpikir yang paling tinggi tingkatannya. Cara berpikir paralel menggunakan kata dasar "Jika... Maka..." tetapi dalam jumlah yang lebih banyak. Dengan berpikir paralel seseorang dapat sangat efektif dan efisien dalam menyelesaikan masalah dan tantangan hidup.
Kembali pada contoh pemuda diatas. Ketika dia menggunakan cara berpikir paralel, tidak hanya jenis buah dan/atau produk buah saja yang dijual. Dia bahkan mempertimbangkan musim buahnya yang lagi ramai apa saja. Misalnya, jika musim kemarau maka akan berjualan buah semangka, melon dan membuat jus buah segar. Selain itu juga bisa mengolah buah menjadi rujak buah. Sehingga alternatif "jika... maka..." nya banyak.
Sayangnya cara berpikir deklaratif justru banyak dipergunakan oleh sebagian besar masyarakat. Sehingga lebih banyak orang gagal ketimbang yang berhasil. Sebaliknya cara berpikir serial bahkan paralel belum begitu diminati.
Pendidikan formal memberikan kita "data" dan kita harus menerima serta menghafalnya, bukan mengajarkan "bagaimana" caranya, "mengapa" seperti itu, "untuk apa" dilakukan dan sebagainya.
Ketika mencermati sistem pendidikan konvensional termasuk pengalaman saya pribadi, hampir 90 persen kita hanya menerima informasi yang disampaikan guru atau dosen. Pelajaran yang menjadi komoditas sehari-hari bentuknya adalah data informasi. Data-data tersebut mau tidak mau wajib kita hafalkan karena akan menjadi materi ujian di kemudian hari.
Kita lebih diarahkan untuk berpkir deklaratif dan kumulatif saja. Sangat minim dan jarang kita diajarkan untuk berpkir serial maupun paralel. Mungkin inilah jawaban mengapa jumlah pengangguran meningkat terus. Bukannya minim lapangan pekerjaan tetapi bisa jadi karena semakin lebarnya jurang kompetensi seseorang dengan posisi yang ditawarkan.
Kalaupun lapangan pekerjaan itu terbatas, bukankah bagi yang menggunakan cara berpikir serial atau paralel bisa saja menjadi pengusaha. Dengan menjadi pengusaha bukan hanya memperoleh penghasilan tetapi juga bisa membuka lapangan pekerjaan baru di masa depan.
Mungkin di masa pandemi ini kita bisa mengambil hikmah positif terutama dalam hal adaptasi sistem pendidikan. Saat ini dengan mekanisme pendidikan daring, setiap siswa dituntut untuk kreatif dan mandiri mengerjakan semua tugas-tugas sekolahnya. Sekolah tidak lagi sebagai pihak yang bersifat pemberi data, namun memberikan kesempatan berpikir serial dan paralel. Para siswa juga harus mencari tahu sendiri dengan memanfaatkan teknologi informasi terkini.
Sedari kecil banyak orang dilatih menggunakan kecerdasannya dalam menyelesaikan tantangan dan masalah. Dengan begitu peluang kesuksesan dan keberhasilan juga dapat dimiliki sebanyak mungkin orang di masa yang akan datang.
Cara berpikir serial dan paralel ini juga sejalan dengan salah satu ayat di dalam Al Qur'an dalam surat Al Insyirah ayat 5 dikatakan bahwa "Sesungguhnya bersama kesulitan itu ada kemudahan"
Sang Pencipta menanamkan prinsip cara berpikir serial dan paralel kepada manusia. Disebutkan kata "bersama" kesulitan ada kemudahan, dengan begitu dalam setiap masalah dan tantangan disitu ada peluang kesuksesan dan keberhasilan.Â
Jika yang dipakai adalah cara berpikir deklaratif atau kumulatif, maka terjemahannya menjadi "Sesudah" kesulitan baru ada kemudahan. Kita tidak akan bergerak menyelesaikan masalah karena menunggu kemudahan itu datang terlebih dahulu.
"Cara pandang dan cara berpikir merupakan kunci keberhasilan manusia" The Architect
-AP-
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI