Sayangnya cara berpikir deklaratif justru banyak dipergunakan oleh sebagian besar masyarakat. Sehingga lebih banyak orang gagal ketimbang yang berhasil. Sebaliknya cara berpikir serial bahkan paralel belum begitu diminati.
Pendidikan formal memberikan kita "data" dan kita harus menerima serta menghafalnya, bukan mengajarkan "bagaimana" caranya, "mengapa" seperti itu, "untuk apa" dilakukan dan sebagainya.
Ketika mencermati sistem pendidikan konvensional termasuk pengalaman saya pribadi, hampir 90 persen kita hanya menerima informasi yang disampaikan guru atau dosen. Pelajaran yang menjadi komoditas sehari-hari bentuknya adalah data informasi. Data-data tersebut mau tidak mau wajib kita hafalkan karena akan menjadi materi ujian di kemudian hari.
Kita lebih diarahkan untuk berpkir deklaratif dan kumulatif saja. Sangat minim dan jarang kita diajarkan untuk berpkir serial maupun paralel. Mungkin inilah jawaban mengapa jumlah pengangguran meningkat terus. Bukannya minim lapangan pekerjaan tetapi bisa jadi karena semakin lebarnya jurang kompetensi seseorang dengan posisi yang ditawarkan.
Kalaupun lapangan pekerjaan itu terbatas, bukankah bagi yang menggunakan cara berpikir serial atau paralel bisa saja menjadi pengusaha. Dengan menjadi pengusaha bukan hanya memperoleh penghasilan tetapi juga bisa membuka lapangan pekerjaan baru di masa depan.
Mungkin di masa pandemi ini kita bisa mengambil hikmah positif terutama dalam hal adaptasi sistem pendidikan. Saat ini dengan mekanisme pendidikan daring, setiap siswa dituntut untuk kreatif dan mandiri mengerjakan semua tugas-tugas sekolahnya. Sekolah tidak lagi sebagai pihak yang bersifat pemberi data, namun memberikan kesempatan berpikir serial dan paralel. Para siswa juga harus mencari tahu sendiri dengan memanfaatkan teknologi informasi terkini.
Sedari kecil banyak orang dilatih menggunakan kecerdasannya dalam menyelesaikan tantangan dan masalah. Dengan begitu peluang kesuksesan dan keberhasilan juga dapat dimiliki sebanyak mungkin orang di masa yang akan datang.