"Seriiiing."
Nita tertawa.
"Duluuu sekali."
"Bukan zaman now."
Ia menepuk pundakku dengan tangan kirinya. Nyes.
"Abang tampak ringkih."
"Dan rapuh. Nyaris kaumakan dengan sepeda motor besarmu."
Nita terdiam.
"Itu motor yang Abang berikan kepadaku."
Aku mengernyitkan kening. Tak percaya. Jika itu sepeda motor satu-satunya sebelum kami berpisah. Motor yang membuat aku dan Nita berjalan ke mana saja. Kapan saja. Mencari jalan sunyi. Berhenti di tepi pantai, atau di tepi jalan di mana ada penjual kelapa muda.
"Abang suka benar es."
Beri Komentar
Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!