Cerita Minggu Pagi 52
TAK terlalu lama memandangi sawah, ladang dan lapak-lapak di sepanjang jalan berbukit berliku, kini bis sudah berada di jalan bebas hambatan. Aku akan bertemu dengannya. Sesosok tubuh dari seorang yang belakangan menjeratku.
"Kau datanglah ...."
Maka aku memasuki sebuah terminal. Di mana sebagai tempat untuk sebuah pertemuan, dan mungkin persinggahan dan kemudian dilanjutkan. Entah ke mana.
"Sepagi ini, aku datang untuk bertemu dengannya."
Gila.
Sejak kapan aku menjadi gila begini kalau bukan karena sesosok tegap, berambut ikal dengan senyum mahalnya. Sepertinya ia lengkap untuk ditangkap dan tak boleh lepas. Sebelum runtungan wanita yang kerap mencoba menarik perhatiannya. Wanita-wanita jalang. Huh!
"Berani juga sepagi ini melakukan perjalanan seorang diri, ya. Anda," katanya sembari menjabat tanganku dan kemudian mengelus punggungnya.
Ia seperti ingin menciumnya. Namun aku gamang. Bolehkah? Tak. Nanti. Ini terlalu dini. Siapa engkau sebenarnya? Aku perlu mempertimbangkannya. Walau hati ini merasa senang. Perjalanan di akhir pekan, mandi terlalu pagi dan seorang diri ....
"Aku tak boleh membiarkan seorang secantik Ratu menunggu lama."
Hm. Rayuan gombal. Ah, tapi aku senang.