“Taklah,” suara itu halus dan ramah. “Selamat ....”
Helda hanya menghela nafas, dan kembali melanjutkan sisa langkahnya yang tak membutuhkan waktu dua menit untuk masuk ke kamar kosnya.
***
Sebagai Mucikari yang membawahi lima orang pelacur, Helda tak nervous apa pun. Ia tenang-tenang saja di belakang pentas. Sesekali, ia mengintip ke arah bangku penonton. Ia senang karena seperti yang disebutkan Desol sang sutradara, tiket habis. Untuk pementasan dua malam itu.
“Kau OK, Hel?” tanya Desol.
Helda menjentikkan jari tengah dan jempolnya.
“OK. Aku percaya. Persiapan kau lebih dari cukup. Apalagi kau ....eh.”
“Apa?”
“Kudengar Yatmi teman yang kau jadikan observasi....”
“Ya, temanku yang pelacur itu meninggal. Atau tewas. Gitu ajak kok repot.”
Desol menahan senyum.