Kami asyik tenggelam di deret buku sastra di lantai dua di bagian belakang toko buku yang hiruk-pikuk. Sabtu ini orang seperti menjadi makhluk pembaca dan kita boleh berharap. Negeri ini akan diiisi oleh orang-orang bermartabat. Bermarwah. Bukan orang-orang pintar, dan pandai pula berwajah dusta dengan telanjang. Penuh kebencian tersebab tak suka kata-katanya dijawab oleh orang yang tak disukainya. Karena merasa dipermalukan.
“Aku pun serius kuliah ....”
Ia tersenyum, saat menoleh ke arahku. Begitu tulus.
“Aku merasakannya.”
Aku senang, dan mengangguk. Kami yang saling berjongkok, dan aku melihat ia sesosok mojang yang asyik untuk diajak berbincang.
“Kau seperti mojang yang ....”
“Aku mojang?”
“Ya.”
“Geulis?”
“Pisan.”
Ia merengut.