Ragil menepuk-nepuk pundakku.
“Ya, dia prof.”
“Trus?” tanyaku lugu.
“Ya, yang penting kan mau jadi pacarmu. Dan mau dicium. Seperti lagu yang kauhafal luar kepala itu.”
Inilah tantanganku ketika di kamar sendirian. Apa benar, aku mesti menuruti tantangan Ragil. Ya, tantangan. Bukan sekadar tawaran temanku itu. Aku akan bisa menjadi lelaki yang tak hanya membayang-bayangkan bibir seorang wanita. Bernama Mer, yang disodorkan Ragil.
Aku mendapatkan FB, dan bahkan nomor HP Mer. Tinggal keberanianku menghubungi Mer. Untuk mendapatkan bibirnya yang merah itu. Yang mungkin bisa disodorkan dan aku memandangnya. Lalu mendekatinya, dan menyosornya ….
“Aduuuuh ….”
“Kenapa?” tanya Mer dari FB-nya itu.
“Ak ….aku!” kelu.
Type writing ….melenggak-lenggok di laptop.
“Ya, aku tahu dari Kang Ragil.”