Mohon tunggu...
Thamrin Sonata
Thamrin Sonata Mohon Tunggu... Penulis - Wiswasta

Penulis, Pembaca, Penerbit, Penonton, dan penyuka seni-budaya. Penebar literasi.

Selanjutnya

Tutup

Puisi Pilihan

Pertemuan di Taman dengan Mer

28 Agustus 2016   06:19 Diperbarui: 28 Agustus 2016   08:26 42
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

CERITA MINGGU PAGI:

Mula pertama, berpandang mata

Lalu bibirku dicumnya mesra

Itu lagu dangdut kesukaanku. Maklum saja. Karena aku sedang merindukan kekasih, dan belum pernah mencium bibir seorang wanita. Sekalipun. Sungguh.

Maka, mati-matian aku pengin punya pacar di usiaku menginjak seperempat abad. Dan itu ditertawakan oleh teman-temanku. Yang wanita maupun yang laki-laki. Semua pendapatnya sama.

“Lha, kamu ganteng, kok.”

“Modal pun ada.”

“Ya, mana sudah sarjana pula.”

Benar. Tapi apa benar untuk meraih cinta seorang wanita, itu modalnya? Aku ragu. Meski teman-temanku makin mentawakanku.

“Haduh ….Te es – Te es. Kamu ini kuno beneeeer!” ejek Ragil yang setengah kentir itu. Ia temanku satu almamater di PT terkenal negeri ini di Bandung.

“Kok, kuno, sih?”

“Lha, ini zaman nyari pacar bisa lewat SMS.”

“Ah.”

“FB juga bisa.”

“Yah.”

“Atau, ah …kenapa aku mesti ngajari kamu? Yang gak gagap gadget?”

Aku garuk-garuk kepala. Sedikit tersungging.

“Coba, kau hubungi ini ….”

Ragil menyodorkan HP-nya. Di situ ada wajah wanita muda, cantik dengan bibirnya dimain-mainkan mencong-mencong. Ada dua foto dari bibir merah Mer, namanya.

“Mer itu …rada-rada….”

Aku menggeleng-geleng.

“Ndak, ndak. Itu wanita ….”

Ragil menepuk-nepuk pundakku.

“Ya, dia prof.”

“Trus?” tanyaku lugu.

“Ya, yang penting kan mau jadi pacarmu. Dan mau dicium. Seperti lagu yang kauhafal luar kepala itu.”

Inilah tantanganku ketika di kamar sendirian. Apa benar, aku mesti menuruti tantangan Ragil. Ya, tantangan. Bukan sekadar tawaran temanku itu. Aku akan bisa menjadi lelaki yang tak hanya membayang-bayangkan bibir seorang wanita. Bernama Mer, yang disodorkan Ragil.

Aku mendapatkan FB, dan bahkan nomor HP Mer. Tinggal keberanianku menghubungi Mer. Untuk mendapatkan bibirnya yang merah itu. Yang mungkin bisa disodorkan dan aku memandangnya. Lalu mendekatinya, dan menyosornya ….

“Aduuuuh ….”

“Kenapa?” tanya Mer dari FB-nya itu.

“Ak ….aku!” kelu.

Type writing ….melenggak-lenggok di laptop.

“Ya, aku tahu dari Kang Ragil.”

“Hah.”

“Kalau Kak Tee s ….”

“Apa?”

“Minta diajari ….”

“Diajari apa?”

“Cari kekasih.”

Aku tercekat.

“Aku bisa kok ngajari….”

Widiiih! Aku berdecap-decap. Bibirku langsung basah.

“Aku kan single ….”

“Mmm …jadi kita dobel?”

Mer mengirim sticker wajah dengan dua hati ungu di matanya.

“Kamu punya foto yang lain?”

Type writing ….kedut-kedut.

Aku berdebar-debar.

Jreng!

Muncul bibir merah Mer.

“Ini, mau?”

Aku mengelus dada.

Tapi tanpa nunggu dua kali, kudekati bibir itu. Cup!

“Kok lama?”

Aku menarik badan ke belakang. Malu.

“Ma ….ma ….”

“Mata, maksudnya?”

“Iy, iya. Matamu indah kayak bola pingpongnya Iwan Fals ndak, sih?”

Mer mengirim sticker tertawa.

Jreng!

Sepasang mata terpampang di depan mataku. Lalu, tanpa pikir panjang lagi, setelah kutatap, kudekati. Dan kuciumi sepasang mata Mer yang mbulat gede itu.

“Kok lama, sih?”

Lagi-lagi aku terkejut.

“Kita ketemuan aja, yuk. Mumpung ini malem Minggu. Aku kan udah tahu kamu dari Kang Agil. Kamu juga udah tau Mer, kan?”

Jantungku berdebar kayak pntu  kamar baru digedor oleh Ibu Kos kalau tahu ada penghuninya ditengarai membawa pasangan lawan jenis. Entah kalau satu jenis. Karena aku sama-sama tak beraninya membawa orang ke kamar kosku yang berisi gambar wanita-wanita berbibir Mer, merah. Ada Marlyn Monroe, Taylor Swift, Raisa sampai si bibir ndower Mick Jagger.

“Kok lama, sih?”

“Iya ….iya….”

“Iya, apa?”

“Katanya, mau ketemuan …..”

Sticker berkedip-kedip pun muncul.

Sesungguhnya, aku belum pernah ketemu langsung dengan Mer pemilik bibir merah itu. Walau ia konon pernah kuliah di kampus yang sama denganku.

“Ini nomor hape-ku …!”

“Sudah tahu, Te es sayang ….”

Ini mesti ulah Ragil. Dasar. Eh, tapi benarlah. Aku mesti menjalani ini semua. Dengan ketemuan sama Mer.

Sepanjang jalan menuju taman yang berserak di Bandung, kami memilih sebuah taman ….bukan Taman Jomblo di bawah jembatan Pasopati. Di situ kelewat terbuka. Aku ingin yang rada-rada rindang. Sepi, tepatnya.

Jleb!

Dari jarak sekitar dua belas meter, kami saling pandang di keremangan lampu mercury. Setelah sama-sama berhenti.

“Mer ….”

“Te es ….”

Cleguk!

Mula pertama, berpandang mata

Lalu bibirku diciumnya mesra….

…………………………………………………

Bila kuingat, aku pun menyesal

Kekasihku ….hilang, tinggalku seorang*

Aku berdiri sendirian di taman yang sepi. Celingak-celinguk.

***

*Lirik lagu dangdut yang lupa judulnya. Juga penyanyinya. Sungguh.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun