pendidikan khususnya di SMP Negeri Negeri 1 Andam Dewi adalah rendahnya tingkat kemampuan  berpikir kritis, literasi sains dan keterampilan proses sains peserta didik pada mata pelajaran  Ilmu Pengetahuan Alam.
Berdasarkan hasil observasi dan wawancara rekan sejawat serta kepala sekolah, salah satu  permasalahan yang sedang dihadapi dalam duniaLiterasi Sains
Berdasarkan pengalaman saya mengajar selama dua tahun saya melihat tingkat literasi sains anak masih rendah, terbukti dengan masih ada siswa yang belum bisa membaca, ditemukan siswa sering tidak paham dengan maksud bacaan, sering ditemukan siswa tidak paham maksud soal, ditemukan siswa sering tidak tahu mengartikan beberapa kata pada bacaan, tidak mampu menuliskan dan menceritakan bacaan kembali, minat kunjung perpustakaan juga rendah kecuali guru memerintahkan untuk meminjam buku, siswa jarang melakukan percobaan, siswa tidak tahu menjawab soal berbasis data, siswa kebingungan membaca tabel, siswa kebingungan membaca grafik, siswa kebingungan merangkum sebuah kesimpulan dari bacaan, dll. Kelemahan siswa dalam berliterasi sains ini disebabkan oleh :
- model pembelajaran yang dilakukan oleh guru tidak sesuai dengan materi pembelajaran dan karakteristik siswa atau bahkan guru tidak menggunakan model pembelajaran sama sekali dalam mengajar.
- guru tidak menggunakan metode-metode belajar yang tepat, misalnya percobaan
- siswa tidak terbiasa dengan model- model pembelajaran misalnya pembelajaran Problem Based Learning yang bisa dipadukan dengan literasi sains, dipadukan dengan penyajian masalah yang relevan dengan kehidupan siswa sehari-hari
- siswa jarang melakukan penyelidikan individu atau kelompok, menyajikan hasil penyelidikan dan mempresentasekan di depan kelas
- siswa jarang dihadapkan dengan penyajian soal-soal berbentuk literasi sains yang sangat ampuh untuk mengembangkan literasi siswa melalui teks bacaan, wacana sains atau deskripsi mengenai fenomena maupun dalam bentuk gambar, grafik, atau tabel.
Literasi sains ini terdiri dari beberapa indikator :
- Konteks merupakan dimensi dari literasi sains yang mengandung pengertian situasi yang ada hubunganya dengan penerapan sains dalam kehidupan sehari-hari, yang digunakan menjadi bahan bagi aplikasi proses dan pemahaman konsep sains seperti kesehatan, sumber daya alam, mutu lingkungan, bahaya serta perkembangan mutakhir sains dan teknologi
- Konten atau pengetahuan merujuk pada konsep-konsep kunci dari sains yang diperlukan untuk memahami fenomena alam dan perubahan yang dilakukan terhadap alam melalui aktivitas manusia
- Kompetensi biasa disebut pula dengan proses sains merupakan dimensi dari literasi sains yang memiliki pengertian proses dalam menjawab suatu pertanyaan atau memecahkan masalah
- Sikap, Philips dalam Holbrook & Rabbikmae menyatakan bahwa komponen sikap pada literasi sains diantaranya adalah kemandirian dalam belajar sains, kemampuan untuk berpikir ilmiah, keingintahuan, serta kemampuan untuk berpikir kritis
Harlina, H., Ramlawati, R., & Rusli, M. A. (2020). Deskripsi kemampuan literasi sains peserta didik Kelas IX di SMPN 3 Makassar. Jurnal IPA Terpadu, 3(2), 96-107.https://ojs.unm.ac.id/ipaterpadu/article/view/12320/7877
Jadi, seharusnya pada kegiatan aktivitas guru dan siswa aspek-aspek litersi sains tersebut yaitu konteks, konten, kompetensi (proses), dan sikap harus ditunjukkan juga pada proses pembelajarannya tetapi kenyataanya, pada proses pembelajaran literasi sains ini masih belum dilaksanakan.
      Saya melihat cara berfikir kritis masih rendah pada anak-anak disini. Sebenarnya, berfikir kritis bukan hanya dijumpai pada waktu menjawab soal, tetapi dalam kehidupan sehari-hari juga. Saya melihat siswa belum mampu memilih jika melakukan sesuatu hal apakah bermanfaat atau tidak untuk dirinya, atau bahkan sudah tahu salah tetapi tetap melakukan. Misalnya, bolos sekolah, cabut pada mata pelajaran tertentu, cabut pada les tertentu sampai pulang sekolah tidak kembali ke sekolah, merokok, berbicara tidak sopan, terbiasa membuang sampah sembarangan. Siswa tidak mampu memilih dan komitmen untuk tidak bolos karena tidak tahu apa kerugiannya ke depan, siswa tidak mampu memilih untuk tetap berada di dalam kelas mengikuti pelajaran karena tidak tahu manfaatnya tetap duduk mengikuti pembelajaran di kelas apa untuk hidupnya, siswa tidak mampu memilih untuk tetap tidak merokok, siswa tidak mampu membedakan berita hoaxs atau fakta, siswa tidak mampu menelaah mana berita benar sesuai fakta yang dikonsumisnya di media sosialnya, dan lain sebagainya. Kemudian, dalam hal pembelajaran, siswa sangat kurang menyelesaikan sebuah soal yang agak beda dari contoh soal yang diberikan. Soal yang bisa dikerjakan harus yang sama persis hanya ganti angka, atau soal mencari defenisi. Siswa tidak bisa menjawab soal berbentuk tabel, grafik, dan bagan, apalagi narasi teks soalnya lumayan panjang. Kelemahan dari berfikir kitis ini dipengaruhi oleh :
- model pembelajaran yang dilakukan oleh guru tidak sesuai dengan materi pembelajaran dan karakteristik siswa atau bahkan guru tidak menggunakan model pembelajaran sama sekali dalam mengajar.
- guru tidak menggunakan metode-metode belajar yang tepat, misalnya percobaan
- siswa tidak terbiasa dengan model- model pembelajaran misalnya pembelajaran Problem Based Learning
- siswa jarang melakukan percobaan, jarang melakukan penyelidikan individu atau kelompok, jarang menyajikan hasil penyelidikan dengan mempresentasekan di depan kelas
- siswa jarang dihadapkan dengan penyajian soal-soal yang merangsang berfikir kritis siswa / higher order thinking skill misalnya melalui teks bacaan, wacana sains atau deskripsi mengenai fenomena alam dalam bentuk gambar, grafik, atau tabel.
Saya melihat keterampilan yang harus dimiliki anak-anak ke depan banyak, terutama berfikir kritis, berkomunikasi, berkolaborasi. Karena kedepannya, anak-anak akan berhadapan dengan masyarakat, dunia, lingkungan pekerjaan, anak-anak harus dapat mengambil keputusan, menetapkan pilihan yang diperoleh dengan keterampilan berfikir kritis, berliterasi, berkomunikasi dan bekerjasama. Jadi, memang harus terampil. Jadi dibutuhkan penilaian keterampilan yang dapat dilaksanakan di sekolah kepada anak-anak. Disini saya menggunakan keterampilan proses sains. Kurangnya keterampilan anak-anak disebabkan oleh :
- model pembelajaran yang dilakukan oleh guru tidak sesuai dengan materi pembelajaran dan karakteristik siswa atau bahkan guru tidak menggunakan model pembelajaran sama sekali dalam mengajakÂ
- siswa tidak terbiasa dengan model- model pembelajaran misalnya pembelajaran Problem Based Learning
- guru tidak menggunakan metode-metode belajar yang tepat, misalnya percobaan
- siswa tidak terbiasa dengan metode-metode pembelajaran seperti percobaan, melakukan penyelidikan individu atau kelompok, menyajikan hasil penyelidikan, mempresentasekan di depan kelas
- siswa jarang mengerjakan soal-soal berbentuk literasi sains dan berfikir kritis yang sangat ampuh untuk mengembangkan keterampilan siswa.
Hal-hal yang menjadi alasan tersebut juga didukung oleh para guru-guru teman sejawat, kepala sekolah, dan pakar yang saya wawancarai. Seperti hasil wawancara dengan :
- Nur Elida Siregar, beliau mengatakan rendahnya literasi sains mempengaruhi ketidakmampuan peserta didik dalam menjawab soal-soal yang menuntut kemampuan analisis.
- Timmy Siregar, beliau mengatakan rendahnya berfikir kritis dan literasi sains siswa karena jarang melakukan penyelidikan sederhana, praktikum, atau eksperimen yang dipengaruhi fasilitas sekolah yang tidak lengkap seperti laboratorium atau pasokan arus listrik yang tidak tersedia di kelas.
- Toyo Sihombing, beliau mengatakan sebaiknya pembelajaran di sekolah menggunakan model-model pembelajaran dan kegiatan-kegiatan praktikum sederhana/percobaan sederhana  sesuai fasilitas sekolah yang tersedia terutama pada pelajaran sains/IPA
-
Beri Komentar
Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!