Mohon tunggu...
Tessa Audy Janiar
Tessa Audy Janiar Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa S1 Fakultas Keperawatan Universitas Airlangga

2003 • a long-life learner

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Pahami Prinsip dan Kode Etik Keperawatan agar Kasus Pasang Kateter Urine Tidak Terulang

14 Juni 2022   12:57 Diperbarui: 14 Juni 2022   18:08 2357
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Tangkapan layar konten mahasiswi keperawatan tentang curhatan pengalamannya ketika memasang kateter urine pada pasien pria. Sumber: twitter/@AREAJULID

Setiap profesi, khususnya profesi keperawatan, tentunya memiliki baku standarnya sendiri yang berupa prinsip dan kode etik. Hukum dan kode etik mengatur perawat untuk bekerja secara profesional yang didasari pada hak asasi pasien sebagai manusia, seperti yang sudah ditetapkan PBB pada Universal Declaration of Human Rights dan pasien yang berhak mendapatkan pelayanan kesehatan bermutu seperti di Pasal 4 Ayat 2 UU No. 36 Tahun 2009. Namun, sebelum menjajaki profesi keperawatan, para calon perawat sudah semestinya mendapatkan pendidikan serta pemahaman tentang kompetensi keahlian, keselamatan kerja, serta etika dan hukum keperawatan.

Membahas tentang etika dan hukum keperawatan, baru-baru ini terjadi kasus pelanggaran privasi pasien oleh seorang mahasiswi keperawatan UNISA Yogyakarta yang diketauhi sedang menjalani praktik lapangan di RSUD Wonosari, Gunungkidul. Mahasiswi tersebut membuat konten yang diunggah di akun TikTok miliknya yang berisikan tentang curhatannya ketika ia melakukan tindakan keperawatan, yaitu pemasangan kateter urine kepada pasien lelaki yang ia akui memiliki paras tampan.

Sebagai seorang mahasiswi keperawatan dan calon tenaga keperawatan, sudah seharusnya ia serius dalam mengemban ilmu dan bekal dari institusi tentang etika dan hukum keperawatan. Hal ini juga menyangkut etika dalam bermedia sosial, dimana konten yang kita buat tidak boleh merugikan orang lain, terlebih lagi ini adalah pasien yang privasinya harus dijaga dengan baik. Walaupun nama dan wajah pasien tidak dipublikasikan olehnya, tetapi bisa saja tindakannya dapat membuat pasien tersebut maupun pasien yang akan mendapat tindakan keperawatan yang sama akan mengalami trauma, terlebih lagi kita tahu bahwa penyebaran info maupun berita di media sosial akan tersebar luas dengan mudah. Hal ini dapat memicu buruknya paradigma pasien terhadap perawat sehingga tindakan keperawatan tidak akan berjalan dengan baik.

Ketua dewan pengurus wilayah PPNI DIY Tri Prabowo pun turut angkat bicara dan mengaku prihatin melihat kasus ini. Ia mengingatkan bahwa seorang perawat tidak boleh mengungkapkan privasi pasien yang dirawatnya, sesuai dengan etika profesi keperawatan.

"Sebetulnya dalam kode etik sudah disampaikan ketika kami memberikan pelayanan itu, kan, ada rahasia pasien yang tidak boleh diungkapkan," ujar Tri, Kamis (2/6).

Terkait pentingnya edukasi etik profesi keperawatan, memangnya apa saja prinsip dan kode etik perawat yang harus dipahami oleh calon perawat yang profesional agar tindakan mahasiswi keperawatan tersebut tidak terulang lagi?

Ada 5 kode etik keperawatan yang harus dipahami :

  • Perawat dan Klien (memberikan pelayanan terbaik kepada klien)
  • Perawat dan Praktik (memelihara mutu pelayanan kesehatan)
  • Perawat dan Masyarakat (bertanggung jawab dalam mencapai kesehatan masyarakat yang merata)
  • Perawat dan Teman Sejawat (memelihara hubungan baik sesama perawat)
  • Perawat dan Profesi (mengembangkan profesi keperawatan)

Serta 8 prinsip keperawatan yang harus ditanamkan agar kasus viral di atas tidak terulang :

1. Autonomy / Otonomi

Prinsip yang pertama ini merupakan keyakinan bahwa pasien dapat berpikir logis untuk memutuskan apa yang baik untuk dirinya (self-determination) setelah diberikan penjelasan diagnostik maupun terapi.

2. Beneficience / Berbuat Baik

Prinsip beneficience menuntut perawat untuk berbuat baik pada pasien sebagai bentuk rasa hormat serta mengutamakan altruisme. Perawat tidak boleh memandang pasien sebagai objek yang menguntungkan, contohnya seperti dijadikan objek/bahan ngonten maupun bahan pembicaraan di media sosial demi mendapatkan atensi.

3. Non-maleficience / Tidak Membahayakan

Maksudnya, tindakan perawat tidak boleh merugikan (primum non nocere), termasuk yang menyebabkan bahaya maupun cedera fisik dan psikologis pada pasien.

4. Justice / Keadilan

Perawat tidak boleh membeda-bedakan dalam memperlakukan pasiennya. Gender, ras, dan agama apa pun yang dimiliki pasien, sudah menjadi kewajiban perawat untuk bersedia merawatnya. Keadilan dengan menjunjung tinggi prinsip moral dan kemanusiaan harus diterapkan.

5. Confidentiality / Kerahasiaan

Prinsip kerahasiaan ini mengharuskan perawat setia pada komitmen untuk menjaga rahasia/privasi pasien, seperti dokumen rekam medis, identitas pasien, serta informasi data survei yang bersifat privasi, sehingga dapat kita lihat bahwa tindakan mahasiswi keperawatan tersebut tidak sesuai dengan prinsip kerahasiaan.

6. Fidelity / Komitmen

Perawat harus menghargai janji dan komitmen pada pasien yang menggambarkan bahwa perawat bertanggung jawab secara penuh untuk merawat dan meningkatkan kualitas kesehatan pasien, bukan untuk niat dan tujuan yang menyimpang.

7. Veracity / Kejujuran

Prinsip ini mengharuskan pasien untuk berlaku jujur, dimana pasien akan merasa aman dan terjaga rasa percayanya jika perawat jujur dalam tindakannya, seperti penyampaian kondisi pasien.

8. Accountability / Akuntabilitas

Prinsip ini merupakan standar profesionalisme seorang perawat yang dapat dinilai dalam situasi yang tidak jelas.

Prinsip dan kode etik keperawatan tersebut dapat melindungi perawat serta pasien bilamana diterapkan dengan baik. Sebagai mahasiswa dan calon perawat serta pengguna media sosial, kita harus belajar dari kasus mahasiswi keperawatan tersebut agar tindakan penyimpangan prinsip dan kode etik keperawatan tidak terulang.

Perawat maupun calon perawat harus fokus pada pelayanan kesehatan yang bermutu. Itulah pentingnya individu maupun institusi meningkatkan motivasi untuk pembangunan karakter profesionalisme perawat dalam pelayanan kesehatan.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun