Apakah suatu saat buat kita akan bertemu?"
"Mungkin?"
"Aku senang mendengar itu."
Kemudian aku benar- benar pergi meninggalkan lelaki yang ku panggil dengan sebutan Uda itu. Pergi tanpa pernah mengetuk pintu hatinya. Tanpa pernah berniat melangkah masuk kedalam ruang hatinya yang menjanjikan keindahan cinta.Hati yang telah menberiku kesembuhan dari luka yang tergores menahun, yang memberiku kekuatan untuk bangkit dari kerapuhan. Kekuatan yang sangat aku butuhkan untuk bertarung dengan kepongahan suamiku. Lelaki yang telah menikahiku selama duabelas tahun. Yang mempermainkan harga diriku dengan semena- mena. Yang menganggap aku hanya perempuan bodoh yang bisa di kelabui dengan sesuka hatinya. Yang berkeyakinan aku tak akan berani meninggalkannya karena anak semata wayangku berada dalam gengamannya.Dan kemudian aku berhasil membuat lelaki itu meraung menyesali nasibnya karena telah menghinaku. Hingga lelaki itu menciumi lututku dengan uraian air mata memintaku untuk pulang ke rumah.dan aku tak bergeming dengan muka memohonnya yang selalu dia tunjukan ketika ia selesai menyakitiku.Kali ini aku berhasil menuruti kata hatiku dengan meninggalkan lelaki yang telah menjadikan aku perempuan tanpa cinta.Dengan memberikan pelajaran bahwa akupun layak dan pantas untuk di cintai karena aku juga punya cinta.
4/1/10
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H