Mohon tunggu...
Tesalonika Hasugian
Tesalonika Hasugian Mohon Tunggu... Penulis - Host Foodie

Menyelami komunikasi pada bidang multidisipliner.

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Artikel Utama

Presidential Threshold Dihapus, Stabilitas Politik Jadi Taruhan?

2 Januari 2025   23:41 Diperbarui: 5 Januari 2025   01:36 542
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Presidential Threshold 20 Persen Dihapus (Sumber: TribunNews)

Pada 2 Januari 2025, Mahkamah Konstitusi (MK) Republik Indonesia memberikan kado tahun baru bagi rakyat Indonesia.

MK mengeluarkan putusan bersejarah dengan menghapus ketentuan presidential threshold sebesar 20%, yang selama ini menjadi syarat bagi partai politik atau gabungan partai politik untuk mengajukan pasangan calon presiden dan wakil presiden.

Sebelumnya, Pasal 222 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum menetapkan bahwa pasangan calon presiden dan wakil presiden hanya dapat diusulkan oleh partai politik atau gabungan partai politik yang memiliki minimal 20% kursi di DPR atau memperoleh 25% suara sah secara nasional pada pemilu legislatif sebelumnya. 

Aturan ini bertujuan untuk menyederhanakan jumlah calon, mendorong stabilitas politik, dan memastikan bahwa kandidat yang maju memiliki dukungan politik yang signifikan. 

Dalam sidang yang dipimpin oleh Ketua MK Suhartoyo, MK mengabulkan permohonan sekelompok mahasiswa yang menilai bahwa presidential threshold membatasi hak pilih dan partisipasi politik, khususnya bagi partai-partai kecil. 

Suhartoyo menyatakan bahwa ketentuan tersebut "tidak memiliki kekuatan hukum yang mengikat". 

Meskipun demikian, putusan ini tidak secara spesifik menyebutkan apakah persyaratan tersebut harus dihapuskan sepenuhnya atau hanya diturunkan. Hakim Saldi Isra menambahkan bahwa semua partai politik seharusnya memiliki kesempatan untuk mengajukan calon. 

Reaksi Publik dan Partai Politik

Keputusan MK ini memicu beragam reaksi dari berbagai kalangan. Ketua Umum Partai Amanat Nasional (PAN), Zulkifli Hasan, menyambut baik putusan tersebut dan menyebutnya sebagai "kabar gembira bagi demokrasi".  

Sementara itu, Sekretaris Jenderal Partai Golkar, Sarmuji, mengaku terkejut dengan keputusan ini, mengingat sebelumnya MK selalu menolak uji materi terkait presidential threshold.  

Partai Keadilan Sejahtera (PKS) melalui juru bicaranya menyatakan bahwa putusan ini menguntungkan semua partai politik karena memberikan kesempatan yang lebih luas untuk mengajukan calon presiden dan wakil presiden. 

Namun, ada beberapa hal yang harus diperhatikan kembali mengingat ada dampak penghapusan presidential tresshold.

Salah satu kekhawatiran terbesar terkait potensi fragmentasi suara.

Ketika ambang batas dihapus, jumlah kandidat presiden yang maju dalam pemilu mungkin akan meningkat signifikan. Hal ini memunculkan beberapa tantangan:  

1. Suara Rakyat yang Terpecah

Tanpa presidential threshold, setiap partai politik atau calon independen memiliki peluang yang sama untuk mencalonkan diri. 

Hal ini dapat menyebabkan banyak kandidat bersaing, sehingga suara rakyat terpecah menjadi lebih banyak kelompok kecil. 

Akibatnya, seorang kandidat bisa menang dengan persentase suara yang relatif rendah, misalnya kurang dari 30%. Situasi ini berpotensi memunculkan pertanyaan tentang legitimasi pemimpin terpilih.

2. Kemungkinan Pemilu Dua Putaran yang Lebih Tinggi

Dengan banyaknya kandidat, peluang seorang calon presiden untuk memenangkan suara mayoritas mutlak (50% + 1) pada putaran pertama akan semakin kecil. 

Hal ini berarti pemilu dua putaran menjadi lebih sering terjadi, yang dapat menambah beban logistik, biaya, dan waktu bagi negara.  

3. Koalisi Pasca-Pemilu yang Tidak Solid

Dalam sistem tanpa threshold, koalisi politik cenderung dibentuk setelah pemilu. Hal ini dapat menciptakan instabilitas politik karena negosiasi koalisi dilakukan setelah presiden terpilih, bukan sebelum pemilu seperti dalam sistem presidential threshold. 

Akibatnya, hubungan antara presiden dan parlemen bisa menjadi kurang harmonis, mempersulit pengambilan keputusan strategis.

4. Meningkatkan Kompetisi yang Tidak Sehat  

Banyaknya kandidat juga dapat meningkatkan kompetisi yang tidak sehat, di mana kampanye lebih banyak diwarnai oleh serangan terhadap lawan politik daripada menawarkan visi-misi konkret. 

Hal ini dapat memperkeruh suasana politik dan menurunkan kualitas demokrasi itu sendiri.

Implikasi terhadap Demokrasi dan Pemilu

Penghapusan presidential threshold dipercaya sebagai langkah menuju demokrasi yang lebih inklusif dan setara. 

Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) menilai bahwa keputusan ini mewujudkan demokrasi yang lebih setara, di mana semua partai politik, termasuk yang berukuran kecil, memiliki kesempatan yang sama untuk mengajukan calon. 

Namun, ada kekhawatiran bahwa tanpa ambang batas, jumlah calon presiden akan meningkat drastis, yang dapat menyebabkan fragmentasi suara dan mempersulit tercapainya mayoritas yang kuat. 

Selain itu, potensi meningkatnya pemilu dua putaran dapat menambah beban logistik dan biaya bagi negara.

Pemerintah melalui Menteri Hukum dan HAM, Supratman Andi Agtas, menyatakan akan mempelajari putusan MK ini dan menghormati keputusan tersebut.

Ia menegaskan bahwa pemerintah akan menindaklanjuti putusan ini sesuai dengan mekanisme yang berlaku. 

Sementara itu, DPR RI melalui Komisi II menyatakan akan segera menindaklanjuti putusan MK dengan melakukan revisi terhadap undang-undang terkait untuk memastikan pelaksanaan pemilu yang sesuai dengan putusan tersebut.

Penghapusan presidential threshold oleh Mahkamah Konstitusi menandai babak baru dalam sistem politik Indonesia.

Keputusan ini membuka peluang bagi partai politik dari berbagai ukuran untuk berpartisipasi lebih aktif dalam proses pemilihan presiden dan wakil presiden. 

Meskipun demikian, tantangan terkait potensi fragmentasi suara dan stabilitas politik pasca-pemilu perlu menjadi perhatian bersama. 

Diperlukan kerjasama antara pemerintah, legislatif, partai politik, dan masyarakat untuk memastikan bahwa perubahan ini membawa dampak positif bagi demokrasi Indonesia.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun