Apa saja yang menarik dari rangkaian acara ini? Berikut beberapa di antaranya.
Berdansa
"Berdansa? What?!" Begitulah sebagian reaksi awal teman-teman dan beberapa orang pertama kali mendengar konsep acara. Mengapa harus berdansa a la Eropa? Apa relevansinya dengan aspek budaya di Buluh Awar?
Kembali ke prolog. Di Buluh Awar tersimpan banyak histori, konsep acara bernostalgia dalam cinta.
Saya membayangkan, misionaris NZG dari Belanda yang meninggalkan kenyamanan Eropa, mungkin tidak pernah lagi merasakan kebebasan berdansa seperti kebiasaannya di negeri asalnya dulu begitu mereka menjejakkan kaki di tengah belantara Buluh Awar yang masyarakatnya hidup dengan nilai dan budaya yang sama sekali berbeda.
Pasutri yang berdansa bisa larut dalam nostalgia cinta. Tapi bukan hanya cinta eros, melainkan juga cinta penuh welas asih bagi keselamatan manusia, bisa diresapi ketika berdansa di tanah berkat yang menjadi titik nol sejarah gereja GBKP itu.
Relevankah itu dengan upaya pelestarian budaya? Pertanyaan ini mungkin kurang tepat, ibarat mempertanyakan kesopanan orang yang mengenakan pakain renang saat berada di tepi pantai atau di kolam renang.
Esensi Cinta
Event sweet memory di Buluh Awar ini memang dikaitkan dengan bulan kasih sayang di Februari. Apalagi metode pendekatan pasutri yang lebih dekat ketimbang berdansa di bawah temaram lampu pada malam yang syahdu?
Landek (tari tradisional Karo) atau berdansa hanya soal media. Esensi pada relasi yang terjalin darinyalah yang terpenting, untuk memperkuat keluarga karena keluarga merupakan benteng terutama untuk menyelamatkan generasi.