Keluarga kuat akan membuat negara kuat.
Pembawa acara menggali cerita masa lalu beberapa pasangan suami istri. Tentang perasaan masing-masing dan awal mula mereka bertemu hingga selanjutnya menjalin cinta.
Kehadiran anak-anak juga memberikan nuansa yang berbeda. Dari mereka, yang mungkin beberapa di antaranya sudah lama tidak melihat kedekatan hubungan ibu dan bapa, hadir ungkapan hati yang polos a la anak-anak.
Anak-anak yang setiap hari hadir di antara ibu dan bapaknya, dan melihat segala rasa yang mereka jalani bersama, suka duka, romantisme, maupun konflik dalam rumah tangga. Kesaksian anak-anak membuat orangtua bisa berkaca dan menginstrospeksi diri.
Susah Sinyal Internet
Kalau ada yang merasa bahwa momen nostalgia di Buluh Awar itu "so sweet" itu memang betul adanya. Selama dua hari, dari malam minggu hingga hari Minggu keesokannya kami "agak terbebas" dari ketergantungan kepada gadget, bapak, mamak, dan anak-anak. Sebab sinyal internet memang susah di sana.
Apakah sinyal yang susah itu adalah sebuah kelemahan? Bisa ya, bisa tidak.
Untuk promosi dan pengembangan desa wisata pada era digital tanpa dukungan internet tentu merupakan sebuah kelemahan. Namun, dalam konteks pembinaan hubungan dan keakraban antara para wisatawan, termasuk antara bapak ibu dan anak-anak, keadaan ini justru menjadi sebuah kelebihan.
Tidak ada yang sibuk dengan gadget di sini selama dua hari. Orang-orang tampak asyik mengobrol di berbagai sudut tempat.
Anak-anak bercengkrama di halaman dan tepian kolam di tengah suasana desa yang asri tanpa kebisingan kendaraan lalu lalang.
Itu semua adalah sesuatu yang tidak akan kita temukan seandainya sinyal internet dalam kondisi optimal. Anak-anak akan sibuk main gim online, para orangtua sibuk dengan urusan kantor, pekerjaan, dan urusan media sosialnya.
Keadaan ini barang kali perlu dipertahakan sebagai keunggulan dan keunikan wisata Buluh Awar. Di sana juga ada sungai kecil. Kehatangan keluarga tampak ketika bapak dan mamak bercengkrama bersama keluarga mereka di sana.