Mohon tunggu...
Teopilus Tarigan
Teopilus Tarigan Mohon Tunggu... ASN - Pegawai Negeri Sipil

Pro Deo et Patria

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Kapan dan Mengapa Sistem Pemerintahan Kerajaan Berakhir di Tanah Karo?

27 November 2022   13:08 Diperbarui: 27 November 2022   13:14 1731
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Rumah/ istana "Sibayak Kerajan Barusjahe" kesain jahen kini. Desa Barusjahe, Kec. Barusjahe, Kab. Karo (Dok. Pribadi)

Sebelum kedatangan Belanda, Kerapaten Balai Raja merupakan tingkat pengadilan tertinggi dalam struktur peradilan di Tanah Karo. Setelah Belanda berkuasa, susunan balai kerapaten (pengadilan) ditambah satu tingkat lagi yakni Kerapaten Balai Raja Berempat sebagai tingkat pengadilan tertinggi.

Kerapaten Balai Raja Berempat berkedudukan di Kabanjahe. Wilayah hukumnya meliputi seluruh daerah kerajan dari 5 kerajan yang ada di Tanah Karo.

Anggota-anggota majelis Kerapaten Balai Raja Berempat adalah para Sibayak Kerajan (raja) dari 5 kerajan di Tanah Karo. Ketuanya dipilih oleh anggota dari anggota yang biasanya dijabat oleh Sibayak Kerajan yang paling tua dan yang paling lama berkuasa sebagai Sibayak Kerajan.

Namun, yang menjadi penasihat Kerapaten Balai Raja Berempat adalah controleur Tanah Karo. Keputusan Kerapaten Balai Raja Berempat sah apabila dihadiri ketua dan sekurang-kurangnya 2 anggota ditambah penasihat atau wakil penasihat.

Kerapaten Balai Raja Berempat berwenang mengadili dan memutuskan semua perkara yang tidak berhak untuk diadili dan diputuskan oleh balai kerapatan (pengadilan) lain di bawahnya, perkara-perkara banding atas keputusan kerapaten balai raja dari 5 kerajan di Tanah Karo, memberikan pertimbangan dan pendapat terkait pengangkatan dan pemberhentian raja urung, serta memberikan pertimbangan dan pendapat terkait penetapan batas-batas wilayah antara dua urung.

Demikianlah sekilas tentang struktur pemerintahan dan struktur peradilan yang berlaku pada kerajaan-kerajaan yang ada di Tanah Karo sebelum kedatangan Belanda hingga berakhirnya sistem pemerintahan berbentuk kerajaan ini.

Berakhirnya Sistem Pemerintahan Kerajaan di Tanah Karo

Perihal berakhirnya sistem pemerintahan kerajaan di Tanah Karo berkaitan dengan peristiwa revolusi sosial pada tahun 1946. Pada 3 Maret 1946 dilangsungkan pertemuan resmi raja-raja pada negara Sumatera Timur, yang dipimpin langsung oleh gubernur Mr. Tengku Hasan dan dihadiri oleh wakil gubernur, Dr. M. Amir, Residen Tengku Hafas, Residen Karim Ms, dan dari pihak pemerintah kerajaan (sultan-sultan dan raja-raja).

Sultan Langkat, Sultan Siak, Sultan Deli, Sultan Asahan, Tengku Mahkota Serdang, Sultan Bilah, Yang Dipertuan Kualuh/ Leidong, Sultan Pane, Raja Siantar, Raja Purba, Raja Silima Kuta, Raja Raya, Datuk Indrapura, Datuk Sukudua, Datuk Limapuluh, dan Sibayak Barusjahe adalah beberapa yang hadir pada pertemuan dimaksud.

Pada pertemuan itu, gubernur menjelaskan bahwa swapraja (kerajaan dan kesultanan) diakui sebagai Daerah Istimewa berdasarkan pasal 8 UUD 1945 jo ayat (2). Seluruh pemerintah swapraja itu menyatakan mendukung negara Republik Indonesia.

Meletusnya revolusi sosial di Sumatera Utara yang dikumandangkan oleh Wakil Gubernur Sumatera Dr. M. Amir pada tanggal 3 Maret 1946, tidak terlepas dari sikap sultan-sultan, raja-raja, dan kaum feodal pada umumnya yang dipandang oleh rakyat tidak begitu antusias terhadap kemerdekaan Indonesia.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun