Kota Kabanjahe juga pernah menjadi kota yang memiliki sekolah internasional berasrama (international boarding school). Mungkin ini sekolah internasional pertama di Indonesia.
Sekolah yang bernama Highlands School Kabanjahe itu didirikan pada tahun 1925 oleh pasangan suami istri berkebangsaan Inggris bernama William Stanley Cookson dan Bernice. Dikutip dari berbagai sumber bahwa hingga 15 Juni 1939 jumlah siswa di sekolah internasional ini telah melampaui 100 orang, dengan kapasitas sekolah hingga 125 murid.
Siswa-siswi yang bersekolah di sini adalah anak-anak para pekerja asing (ekspatriat). Sebagian besar berasal dari keluarga Inggris yang tinggal di Sumatra dan Jawa, sebagian lagi dari Malaka, Bangkok, Rangoon, bahkan ada juga yang berasal dari Amerika hingga negara-negara Skandinavia, serta tentu saja anak-anak berkebangsaan Belanda.
Pada masanya Highlands School Kabanjahe ini sangat unik dan terkenal di seantero Hindia Belanda. Sekolah ini bahkan semakin dikenal di seluruh "Timur Jauh," di mana orangtua Inggris yang bekerja bisa mengirim anak-anak mereka ke pantai timur Sumatera untuk bersekolah, dan mereka dapat pulang kembali ke tempat orangtuanya bekerja 2 kali dalam setahun.
Itulah sebagian penjelasan mengapa di Kabanjahe sampai sekarang masih banyak ditemukan bangunan-bangunan tua dengan corak khas bangunan zaman kolonial, baik yang berbahan kayu maupun beton. Bahkan banyak di antaranya yang sudah rubuh dimakan usia karena kurang perawatan.
Sekadar menyadari pesona dan nilai sejarah di balik bangunan-bangunan tua itu saja, tentu tidaklah cukup untuk bisa melestarikannya. Bangunan bernilai sejarah dan dengan arsitektur indah yang masih ada hingga hari ini bisa saja akan menyusul bangunan-bangunan tua yang sudah duluan ambruk dan punah dimakan usia bila tidak dirawat secara memadai.
Apakah dengan menjadikannya sebagai bangunan cagar akan membuatnya mendapatkan perawatan yang lebih memadai? Hal itu tentu saja menjadi tugas pihak yang berwenang dan berkompeten terkait penataan kota dan permukiman untuk memikirkannya.
Sebagaimana penjelasan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 11 Tahun 2010 Tentang Cagar Budaya, disebutkan bahwa cagar budaya adalah warisan budaya bersifat kebendaan berupa benda cagar budaya, bangunan cagar budaya, struktur cagar budaya, situs cagar budaya, dan kawasan cagar budaya di darat dan/ atau di air yang perlu dilestarikan keberadaannya karena memiliki nilai penting bagi sejarah, ilmu pengetahuan, pendidikan, agama, dan/ atau kebudayaan melalui proses penetapan.
Dasar legalitas kepemilikan tentu saja menjadi hal yang penting dan utama sebelum berpikir tentang penetapan, pemanfaatan, dan perlindungan bangunan cagar budaya. Bangunan-bangunan tua ini kiranya berguna, tidak saja bagi mereka yang memegang hak legal penguasaannya, tapi juga bagi setiap warga kota yang menaruh minat untuk penggalian nilai sejarah, peningkatan kesejahteraan melalui pariwisata, atau setidaknya untuk menanamkan rasa memiliki bagi warga kota saat mereka lebih mengenali sejarah kota tempat tinggalnya.