Mohon tunggu...
Teopilus Tarigan
Teopilus Tarigan Mohon Tunggu... ASN - Pegawai Negeri Sipil

Pro Deo et Patria

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Rumah Adat Karo dan Strategi Bumi Hangus dalam Sepucuk Surat dari Bung Hatta

16 Agustus 2021   14:17 Diperbarui: 16 Agustus 2021   14:26 1498
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Rumah Adat Karo, "Rumah si 16 Jabu" (Koleksi Tropen Museum, Belanda)

Momen peringatan ulang tahun kemerdekaan Republik Indonesia pada bulan Agustus setiap tahunnya membawa serta kehadiran pernak-pernik catatan sejarah perjuangan bangsa dalam merebutnya. Itu menjadi semacam alarm pengingat agar kita tidak melupakan sejarah.

Walaupun sudah berulang-ulang disajikan dan dibahas, semangat perjuangan dalam catatan sejarah itu bisa tetap menemukan relevansi sesuai konteksnya yang selalu berubah mengikuti perkembangan zaman. Selama manusia hidup tentu akan selalu dibutuhkan perjuangan, meskipun bentuknya berbeda bagi setiap orang di segala tempat dan zaman.

Arti Rumah Adat Bagi Suku Karo

Apa hubungan momen sejarah perjuangan bangsa Indonesia dalam merebut kemerdekaan itu dengan rumah adat Karo? Mari kita simak kisahnya.

Mendirikan dan memasuki rumah adat adalah salah satu ritual kehidupan yang penting bagi suku Karo, selain kelahiran, perkawinan, dan kematian. Keterlibatan adat istiadat oleh para pendiri rumah dengan kerabatnya menunjukkan betapa ampuhnya pola kekerabatan "Rakut Si Telu" pada suku Karo (Tridah Bangun, 1990).

Rakut Si Telu bisa disebut sebagai hubungan kekerabatan dengan 3 pola ikatan, yakni kalimbubu, sembuyak, dan anak beru. Kalimbubu adalah pihak pemberi istri, sembuyak adalah adalah saudara yang menerima istri dari pihak kalimbubu dan sebagai pihak yang mempunyai hajatan, sedangkan anak beru adalah pihak yang menerima istri dari pihak yang mempunyai hajatan.

Singkatnya, sebagaimana prosesi dalam tradisi perkawinan dan kematian, dalam mendirikan dan memasuki rumah, terutama rumah adat, setiap pihak pada suku Karo harus melibatkan ketiga pihak dalam sistem kekerabatan itu, tidak bisa seenaknya sendiri. Setiap anggota kerabat merasakan adanya kewajiban moral untuk turut membantu pembangunan rumah adat.

Hal itu tampak dalam semangat gotong-royong dan kolaborasi sesuai perannya saat pembangunan rumah adat. Oleh sebab itu, rumah adat tidak hanya bernilai tinggi dalam arti fisik, material, dan kesenian. Rumah adat adalah salah satu simbol kebesaran dan kebanggaan bagi orang Karo.

Rumah Adat Karo sebagai Simbol Perjuangan dalam Merebut Kemerdekaan

Di antara kampung-kampung di dataran tinggi Karo di mana pada umumnya berdiri rumah adat sampai dengan zaman penjajahan Jepang, maka rumah adat terbanyak terdapat di kampung Batukarang, Juhar, dan Kecamatan Munte. Jumlah rumah adat di setiap kampung ini dulunya berkisar antara 90 sampai 100 unit (Tridah Bangun, 1990). 

Ketiga kampung ini sejak tahun 1920-an memang adalah kampung yang paling ramai penduduknya di Tanah Karo. Terutama setelah dibukanya jalan raya yang menghubungkan Medan-Kotacane (Aceh) melalui Kabanjahe, Kabanjahe-Pematang Siantar, Kabanjahe-Sidikalang, Kabanjahe-Kutabuluh, Kabanjahe-Juhar-Tiga Binanga, dan Kabanjahe-Munte.

Ada fakta menarik terkait dengan data statistik rumah adat Karo hingga masa penjajahan Jepang itu. Desa Batukarang adalah kampung asal salah satu pahlawan nasional yang berasal dari Tanah Karo, bernama Kiras Bangun atau dijuluki gara mata (mata merah, bhs. Indonesia).

Foto Pahlawan Nasional asal Tanah Karo, Kiras Bangun (Sumber: www.tribunnewswiki.com)
Foto Pahlawan Nasional asal Tanah Karo, Kiras Bangun (Sumber: www.tribunnewswiki.com)

Sementara itu, konon desa Juhar adalah salah satu desa di Tanah Karo yang paling awal menerima kabar tentang kemerdekaan Republik Indonesia, sehingga pesta ucapan syukur atas hasil panen atau dikenal juga dengan nama pesta kerja tahun di desa ini dirayakan setiap tanggal 17 Agustus. Sama dengan tanggal hari ulang tahun kemerdekaan Republik Indonesia.

Fakta sejarah ini menarik bila dihubungkan dengan keberadaan rumah-rumah adat khususnya pada kedua desa di atas. Hal ini juga berkaitan dengan riwayat proses kepunahannya di berbagai tempat di Tanah Karo. Berikut ini penjelasannya.

Tentara Belanda menduduki Kabanjahe dan Berastagi pada tanggal 1 Agustus 1947. Sejak itu, mereka berusaha keras memperluas daerah kekuasaannya.

Setelah melalui belasan kali pertempuran di berbagai front dari bulan Agustus sampai November 1947, maka pasukan laskar pejuang kemerdekaan di Tanah Karo akhirnya menyusun strategi pertahanan baru lebih jauh ke belakang. Rakyat Tanah Karo, terutama di Karo Utara, mengungsi secara besar-besaran ke daerah yang lebih aman pada tanggal 25 November 1947.

Sesuai perintah pimpinan, rakyat Tanah Karo yang mengungsi itu melakukan strategi "bumi hangus" atas semua bangunan rumah dan kedai serta gedung-gedung lainnya agar tidak dapat dipergunakan oleh musuh. Strategi itu dilaksanakan pada keesokan harinya, 26 November 1947, dimulai dari pembumihangusan seluruh rumah adat dan rumah-rumah pribadi di kampung Batukarang, lalu diikuti oleh kampung-kampung lain sehingga rumah-rumah adat menjadi rata dengan tanah.

Bisa dibayangkan, hancurnya perasaan rakyat Tanah Karo yang mengungsi saat itu, ketika simbol kebesaran dan kebanggaannya yang bernilai tinggi dan dibangun bersama kerabat itu harus musnah seketika demi melawan penjajahan.

Ada sejumlah 53 kampung di seluruh Tanah Karo yang hangus dibakar demi perjuangan. Daftar nama-nama kampung yang dibumihanguskan pada masa perjuangan itu terdokumentasi dalam buku "Titi Bambu" yang ditulis oleh Letjen. Djamin Ginting. Ia juga merupakan salah satu pahlawan nasional dari Tanah Karo.

Foto Pahlawan Nasional dari Tanah Karo, Letjen. Djamin Ginting (Sumber: wikimedia.org)
Foto Pahlawan Nasional dari Tanah Karo, Letjen. Djamin Ginting (Sumber: wikimedia.org)

 

Surat dari Bung Hatta, Apresiasi Bagi Perjuangan Rakyat Tanah Karo

Pengorbanan rakyat Tanah Karo melalui strategi bumi hangus ini tak kurang mendapat perhatian dari Wakil Presiden Republik Indonesia, Drs. Mohaman Hatta. Ia mengetahui benar jiwa patriotik rakyat Karo dalam perjuangan gigih melawan tentara Belanda selama masa agresi militer Belanda yang pertama itu.

Hal itu disebabkan menjelang  agresi pertama militer Belanda, beberapa hari menjelang tentara Belanda menduduki Kabanjahe dan Berastagi, Bung Hatta berada di Berastagi. Beliau dapat diloloskan dari sergapan tentara Belanda dengan bantuan sepenuhnya para pejuang yang berjuang di front Tanah Karo. Ia diloloskan dari Tanah Karo ke daerah Tapanuli melalui Sidikalang, seterusnya menuju Bukit Tinggi.

Atas dasar itulah, pada tanggal 1 Januari 1948, Drs. Mohamad Hatta sebagai Wakil Presiden Republik Indonesia menuliskan sepucuk surat dari Bukit Tinggi, Sumatera Barat, kepada rakyat Tanah Karo. Isi dalam surat itu kini terpatri pada sebuah prasasti yang dilekatkan pada sebuah monumen berlokasi di Taman Mejuah-juah, Berastagi.

Surat Pujian Bung Hatta untuk Pejuang Tanah Karo (Sumber foto: karosiadi.blogspot.com)
Surat Pujian Bung Hatta untuk Pejuang Tanah Karo (Sumber foto: karosiadi.blogspot.com)

Selengkapnya isi suratnya berbunyi demikian:

Bukit Tinggi, 1 Januari 1948

            Kepada rakyat Tanah Karo yang kucintai,

            Merdeka!

            Dari jauh kami memperhatikan perjuangan saudara-saudara yang begitu hebat untuk mempertahankan tanah tumpah darah kita yang suci dari serangan musuh. Kami sedih merasakan penderitaan saudara-saudara yang rumah habis dibakar, kampung halamannya jatuh ketangan musuh yang ganas, yang terus menyerang dan melebarkan daerah perampasannya, sekalipun ceace-fire sudah diperintahkan oleh Dewan Keamanan UNO. Tetapi sebaliknya kami merasa bangga dengan rakyat yang begitu sudi berkurban untuk mempertahankan cita-cita kemerdekaan kita.

            Saya bangga dengan pemuda Karo yang berjuang membela tanah air sebagai putera Indonesia sejati.

            Rumah yang terbakar boleh didirikan kembali, kampung yang hancur dapat dibangun lagi, tetapi kehormatan bangsa kalau hilang susah menimbulkannya. Dan sangat benar pendirian saudara-saudara, biar habis segala-galanya, asal kehormatan bangsa terpelihara dan cita-cita kemerdekaan tetap dibela sampai saat yang penghabisan. Demikian pulalah tekad rakyat Indonesia seluruhnya.

            Rakyat yang begitu nekadnya tidak akan tenggelam, malahan pasti akan mencapai kemenangan cita-citanya.

            Di atas kampung halaman saudara-saudara yang hangus, akan bersinat kemudian cahaya kemerdekaan Indonesia dan akan tumbuh kelak bibit kesejahteraan dan kemakmuran rakyat Karo, sebagai bagian dari pada rakyat Indonesia yang satu yang tak dapat dibagi-bagi.

            Kami sudahi pujian dan berterima kasih kami kepada saudara-saudara dengan semboyan kita yang jitu itu: "Sekali Merdeka tetap Merdeka".

                            Saudaramu,

                       Mohamad Hatta

Wakil Presiden Republik Indonesia

Akhir Kata

Pengungsian dari kampung-kampung yang sudah rata dengan tanah akibat strategi bumi hangus itu berlangsung selama lebih kurang tiga bulan. Hidup para pengungsi tidak teratur sama sekali, makanan kurang, garam sema sekali tidak ada, dan mereka selalu berpindah-pindah dari minggu ke minggu dalam penderitaannya.

Setelah perjanjian Renville ditandatangani pada 17 Januari 1948, baru penduduk Tanah Karo yang mengungsi ke daerah Tapanuli dan Aceh Tenggara dianjurkan untuk kembali ke kampung masing-masing di Tanah Karo. Arus kembali dari pengungsian itu dimulai sejak Februari 1948.

Sepucuk surat dari saudara sebangsa itu dipersembahkan untuk mereka yang telah gugur dalam mempertahankan hehormatan dan kebebasan. Mereka yang lebih banyak tidak dikenal itu selayaknya dikenang sebagai pahlawan.

Rujukan:

Tridah Bangun. 1990. Penelitian dan Pencatatan Adat Istiadat Karo. Yayasan Merga Silima.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun