Mohon tunggu...
Teopilus Tarigan
Teopilus Tarigan Mohon Tunggu... ASN - Pegawai Negeri Sipil

Pro Deo et Patria

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Rumah Adat Karo dan Strategi Bumi Hangus dalam Sepucuk Surat dari Bung Hatta

16 Agustus 2021   14:17 Diperbarui: 16 Agustus 2021   14:26 1498
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Rumah Adat Karo, "Rumah si 16 Jabu" (Koleksi Tropen Museum, Belanda)

            Rumah yang terbakar boleh didirikan kembali, kampung yang hancur dapat dibangun lagi, tetapi kehormatan bangsa kalau hilang susah menimbulkannya. Dan sangat benar pendirian saudara-saudara, biar habis segala-galanya, asal kehormatan bangsa terpelihara dan cita-cita kemerdekaan tetap dibela sampai saat yang penghabisan. Demikian pulalah tekad rakyat Indonesia seluruhnya.

            Rakyat yang begitu nekadnya tidak akan tenggelam, malahan pasti akan mencapai kemenangan cita-citanya.

            Di atas kampung halaman saudara-saudara yang hangus, akan bersinat kemudian cahaya kemerdekaan Indonesia dan akan tumbuh kelak bibit kesejahteraan dan kemakmuran rakyat Karo, sebagai bagian dari pada rakyat Indonesia yang satu yang tak dapat dibagi-bagi.

            Kami sudahi pujian dan berterima kasih kami kepada saudara-saudara dengan semboyan kita yang jitu itu: "Sekali Merdeka tetap Merdeka".

                            Saudaramu,

                       Mohamad Hatta

Wakil Presiden Republik Indonesia

Akhir Kata

Pengungsian dari kampung-kampung yang sudah rata dengan tanah akibat strategi bumi hangus itu berlangsung selama lebih kurang tiga bulan. Hidup para pengungsi tidak teratur sama sekali, makanan kurang, garam sema sekali tidak ada, dan mereka selalu berpindah-pindah dari minggu ke minggu dalam penderitaannya.

Setelah perjanjian Renville ditandatangani pada 17 Januari 1948, baru penduduk Tanah Karo yang mengungsi ke daerah Tapanuli dan Aceh Tenggara dianjurkan untuk kembali ke kampung masing-masing di Tanah Karo. Arus kembali dari pengungsian itu dimulai sejak Februari 1948.

Sepucuk surat dari saudara sebangsa itu dipersembahkan untuk mereka yang telah gugur dalam mempertahankan hehormatan dan kebebasan. Mereka yang lebih banyak tidak dikenal itu selayaknya dikenang sebagai pahlawan.

Rujukan:

Tridah Bangun. 1990. Penelitian dan Pencatatan Adat Istiadat Karo. Yayasan Merga Silima.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun