Mohon tunggu...
Teopilus Tarigan
Teopilus Tarigan Mohon Tunggu... ASN - Pegawai Negeri Sipil

Pro Deo et Patria

Selanjutnya

Tutup

Diary Pilihan

Lukisan Ibu Bumi di Ufuk Senja

27 Januari 2021   23:44 Diperbarui: 27 Januari 2021   23:53 641
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Aku tak sengaja membaca sebuah judul berita di koran lokal yang menarik perhatianku. Ada sebuah pengumuman tentang hasil seleksi penerimaan calon peserta didik sebuah sekolah kedinasan. Di sana ikut tertulis sebuah nama yang kemarin aku ketikkan pada blangko surat keterangan belum kawin dan persetujuan orang tuanya sebagai kelengkapan surat lamaran.

Aku tersenyum membayangkan raut wajah ibu setengah baya yang tegar sekaligus tampak rapuh itu. Sesaat kemudian, terlintas wajah ibuku. Momen itu tidak lama, sebab aku membaca koran di kedai kopi.

Pada suatu hari di mana tidak ada hal yang istimewa...

Aku melintas dengan motor, di sebuah ruas jalan menuju batas kelurahan di sebelah Selatan. Baru beberapa hari yang lalu, bersama beberapa orang warga, kami menanami bibit kayu mahoni di sepanjang jalan itu.

Tak sengaja, aku bertemu dengan ibu yang pastinya sangat bersyukur dan berbahagia dengan kabar tentang anaknya, yang sudah diterima untuk melanjutkan pendidikan tinggi di sekolah kedinasan idamannya itu. Ibu itu sedang mengangkat ember, sepertinya berisi pakan ternak.

"Selamat ya Ibu, anak Ibu lulus," kataku.

Dia menangis. Aku pun menangis, tapi kami menangis bahagia.

Untuk ibu aku menuliskan di buku diary.

Ibu, keyakinan kami anakmu, air matamulah yang diperhitungkanNya. Tidak semata tekad dan niat kami, sekalipun kami bertekad dan berniat untuk membahagiakanmu juga.

Kepada ibu yang bahkan aku tidak mengenalnya. Dalam keheningan, aku mendoakan anakmu, kalau terlalu berlebihan bila aku mengharapkannya akan menjadi salah seorang abdi negara yang bercita-cita agar di saat matinya nanti, bendera berkibar setengah tiang. Maka, setidaknya ia akan senantiasa menjaga agar air mata bangga darimu tidak akan pernah mengalir dan jatuh sia-sia.

Terima kasih Ibu. Setidaknya air matamu menjadi sebuah cermin bagiku, yang dari sana aku bisa melihat hal-hal yang tak kulihat dari dalam diriku sendiri. Mengingatkanku betapa setiap ibu sesungguhnya selalu mengharapkan yang terbaik untuk anak-anaknya, keluarga, bahkan untuk negaranya. Maka, tak berlebihan bila bapak bangsa ini mengatakan ibu adalah tiang negara.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Diary Selengkapnya
Lihat Diary Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun