Aku tak sengaja membaca sebuah judul berita di koran lokal yang menarik perhatianku. Ada sebuah pengumuman tentang hasil seleksi penerimaan calon peserta didik sebuah sekolah kedinasan. Di sana ikut tertulis sebuah nama yang kemarin aku ketikkan pada blangko surat keterangan belum kawin dan persetujuan orang tuanya sebagai kelengkapan surat lamaran.
Aku tersenyum membayangkan raut wajah ibu setengah baya yang tegar sekaligus tampak rapuh itu. Sesaat kemudian, terlintas wajah ibuku. Momen itu tidak lama, sebab aku membaca koran di kedai kopi.
Pada suatu hari di mana tidak ada hal yang istimewa...
Aku melintas dengan motor, di sebuah ruas jalan menuju batas kelurahan di sebelah Selatan. Baru beberapa hari yang lalu, bersama beberapa orang warga, kami menanami bibit kayu mahoni di sepanjang jalan itu.
Tak sengaja, aku bertemu dengan ibu yang pastinya sangat bersyukur dan berbahagia dengan kabar tentang anaknya, yang sudah diterima untuk melanjutkan pendidikan tinggi di sekolah kedinasan idamannya itu. Ibu itu sedang mengangkat ember, sepertinya berisi pakan ternak.
"Selamat ya Ibu, anak Ibu lulus," kataku.
Dia menangis. Aku pun menangis, tapi kami menangis bahagia.
Untuk ibu aku menuliskan di buku diary.
Ibu, keyakinan kami anakmu, air matamulah yang diperhitungkanNya. Tidak semata tekad dan niat kami, sekalipun kami bertekad dan berniat untuk membahagiakanmu juga.
Kepada ibu yang bahkan aku tidak mengenalnya. Dalam keheningan, aku mendoakan anakmu, kalau terlalu berlebihan bila aku mengharapkannya akan menjadi salah seorang abdi negara yang bercita-cita agar di saat matinya nanti, bendera berkibar setengah tiang. Maka, setidaknya ia akan senantiasa menjaga agar air mata bangga darimu tidak akan pernah mengalir dan jatuh sia-sia.
Terima kasih Ibu. Setidaknya air matamu menjadi sebuah cermin bagiku, yang dari sana aku bisa melihat hal-hal yang tak kulihat dari dalam diriku sendiri. Mengingatkanku betapa setiap ibu sesungguhnya selalu mengharapkan yang terbaik untuk anak-anaknya, keluarga, bahkan untuk negaranya. Maka, tak berlebihan bila bapak bangsa ini mengatakan ibu adalah tiang negara.