Apa yang kami rasakan bersama dalam pemandangan bentang alam sepanjang jalan aspal hotmix yang terbilang keren ini adalah, bahwa Siosar adalah kepingan alam, karya Sang Pencipta yang menjanjikan secercah harapan yang akan berkembang bersama.
Harapan warga relokasi apabila dikelola dengan ramah lingkungan dan memperhatikan kesinambungan aspek-aspek sosial, budaya, dan religiusitas masyarakat sekitar yang telah lebih dahulu hidup di sekitar Siosar.
Hamparan ladang pertanian warga yang ditanami kopi dan palawijaya, kebanyakan jagung, kebun jeruk, dan dukungan jalan tani yang telah dikeraskan adalah sebagian hal yang menunjukkan harapan itu.Â
Disamping itu, ada juga ternak-ternak yang merumput tenang di hamparan berlatar alam pegunungan dan hutan pinus dengan udara yang segar.
Selain itu juga, telah terlihat geliat potensi pariwisata dengan potensi unggulan sebagai kawasan resort yang menjual view cantik menyerupai pegunungan Alpen di Swiss, tentu saja tanpa salju.Â
Karena, kalau sekiranya ada salju, itu adalah alarm bahaya sebagai sebuah anomali di tengah berbagai keanehan gejala alam dewasa ini, sebagai akibat perilaku manusia yang tamak memenuhi kerongkongannya yang tak pernah terpuaskan.
Memasuki kawasan pemukiman Siosar, setelah menempuh jalan aspal berliku dan turun naik, kami disambut oleh simbol toleransi kerukunan masyarakat ketiga desa.Â
Pada hari itu, di balai pertemuan desa sedang berlangsung upacara adat pemakaman seorang warga yang meninggal dunia. Di samping balai itu didirikan sebuah masjid.