Istirahat sejenak di warung kopi di belakang balai desa, kami menikmati kopi tubruk. Entah, ini adalah kopi hasil tanaman warga, enak sekali. Melanjutkan perjalanan kembali pulang, kami memutari desa dan menemukan gereja oikumene, simbol kesatuan gereja.Â
Kami kembali menyusuri jalan saat kami pertama datang tadi pagi. Kali ini lebih banyak menurun, dan kami terdiam dalam lamunan pikiran masing-masing setelah sekitar dua jam berada di sana, dan tentu saja ditambah sedikit keletihan.
Rangkuman perasaan yang kami rajut dari pikiran masing-masing dalam kebisuan dan keletihan, barangkali bisa diuraikan dalam refleksi emosi sebagai berikut:
"Kualitas ketekunan, kesungguhan dan keyakinan justru teruji di saat ada masalah dan persolan, bukan di saat semua hal berjalan aman.
Masalah dan persolan yang membawa pertentangan lebih sering muncul justru dari lingkungan terdekat kita, antara anak dengan ibu bapa, menantu dengan mertua, bawahan dengan majikan, dan sebagainya.
Di saat itu datang, kita mungkin akan memilih diam sebagai jalan aman. Tetapi suara kebenaran yang membara di dalam nurani dan nalar akan selalu mencari jalan keluarnya untuk disuarakan. Ia menyingkapkan semua yang terselubung di dalam kegelapan dengan cahayanya yang terang.
Untuk itulah kita dipersiapkan. Dalam situasi tergelap sekalipun, terang akan tetap menemukan jalan pada waktunya.
Kata-kata yang dipilih dengan bijak sangat besar kuasanya, memberikan jawaban yang tepat untuk menjawab semua pertanyaan."
Rumah Kabanjahe,Â
Minggu, 23 Juni 2019
Referensi: