Ia mengeluarkan dua kotak kue dari dalam ransel kecilnya.
"Wah, kebetulan sekali. Aku belum sarapan" kataku jujur.
"Hahaha, maaf, aku datang terlalu pagi atau kamu yang biasa bangun tidur kesiangan di hari Minggu ya. Sampai tidak sarapan segala?"
"Hmmmm..ya..ya.." kataku sambil menyantap kue bolu pisang yang rasanya tidak terlalu enak tapi tidak buruk juga.
"Ini aku yang buat loh, enak ya?" katanya lagi.
Pantas saja rasanya tidak terlalu enak pikirku, tapi jujur saja aku makan cukup lahap karena memang sudah agak lapar.
"Tidak buruk" kataku.
"Kamu jujur ya?"
"Ya."
"Jack, dua bulan lagi ujian nasional. Sebentar lagi kita tamat SMP"
"Lalu?"
"Kamu masih ingat kemarin aku bilang kalau ayahku menyuruhku masuk asrama putri di Jogja?"
"Ya, ingat."
"Rupanya bapak memang sudah menelfon kepala sekolahnya, ia mendaftarkanku, dan katanya aku harus lulus tes masuk ke asrama itu."
"Baguslah, kamu punya masa depan yang bagus di sana" kataku sambil memakan sisa kue bolu pisang itu.
"Jack, kamu serius mendengar atau memang mau makan saja?"
"Ya, aku mendengarkan."
"Jack, mungkin lebih menyenangkan kalau bersekolah di sini. Bisa berjalan bersamamu setiap hari."
Aku sudah menghabiskan seluruh kue di kotak yang pertama, sendirian menghabiskannya. Entah karena sudah merasa agak kenyang atau karena perubahan nada suaranya saat mengatakan pengandaiannya tentang lebih baik sekolah di sekolah umum di kampung ini, aku sadar dengan nada kesedihan dalam tekanan suaranya.
"Kenapa kamu berpikir seperti itu?" kataku.
Dia tidak menjawab beberapa saat. Dia mendekat ke arahku, menyelipkan lengannya menggamit lenganku. Aku terkejut, tidak menyangka dia melakukan itu. Sesaat kemudian, ia merebahkan kepalanya di bahuku. Ada perasaan aneh, dingin dan hangat bergantian mengaliri aliran darahku. Membawa perasaan itu segera menyusuri seluruh sudut tubuhku. Aku melambung, entah kemana, tidak tahu mau berkata apa. Kami terdiam beberapa saat. Aku membiarkannya terus bersandar di bahuku.
"Jack, apakah kamu suka kepadaku?"
"Enggg...ya, kurasa aku suka kepadamu" aku tidak menduga pertanyaannya ini.
Tapi kurasa aku memang suka kepadanya. Tidak saja karena ia memang cantik, tapi karena sejak awal pertemuan kami dalam segala suasana keanehan yang kurasakan telah membuatku merasa yakin bahwa ia lain dari yang lain. Ia memiliki suatu daya tarik dalam dirinya, begitulah yang kurasakan. Tapi aku bukan jenis orang yang pintar mengutarakan perasaanku.
Ia mendongakkan wajahnya ke arahku dalam kebisuan kami setelah beberapa saat. Tanpa kuketahui awal mulanya, kami berciuman. Sebuah ciuman yang alami dan bergairah. Aku belum pernah mencium perempuan sebelumnya. Enam atau tujuh detik kami berciuman. Wajahnya bersemu merah. Aku hanya merasakan kehangatan. Kurasa aku jatuh cinta.
Kami hanya duduk-duduk sesudahnya, sesekali saling meraba. Dia tetap duduk melekat dalam pelukanku. Kepalanya disandarkan ke bahuku. Tanpa sadar hari sudah semakin dingin. Kami sudah lebih dua jam duduk di sana.