Biasanya ibadah Minggu yang dimulai pukul 9:00 wib akan selesai pukul 11:00 wib siang. Aku punya waktu dua jam berjalan-jalan di tepi sungai bersama Tiffani. Pukul 8:45 ibu dan kedua adikku pergi ke gereja, sementara bapak sudah lebih dulu pergi. Aku langsung mandi, berganti pakaian dan menungguinya di teras rumah, aku belum sarapan. Pukul 9:05 ia datang. Ia mengenakan celana jins ketat, baju kaos putih tanpa kerah, sepatu kets wanita berwarna biru, tas kecil lucu yang berbentuk ransel dan ikat rambut berbentuk pita warna biru mengikat sebelah rambutnya, memperlihatkan telinganya yang putih, cantik sekali.
"Ayo kita pergi" katanya.
"Ayo" kataku.
Hanya butuh waktu berjalan kaki lima menit kami sampai di sungai. Sungainya tidak terlau besar, tapi kata orang-orang cukup dalam. Aku sendiri tidak pernah mandi-mandi di sana. Dari bibir tebing, sungainya kelihatan mengalir tenang, tapi agak keruh. Kami berjalan menyusuri sungai lewat jalan setapak yang kecil. Jalannya mengikuti lekuk-lekuk sungai, sehingga sepanjang perjalanan terdengar bunyi desau aliran sungai yang tidak terlalu besar. Kami berjalan hampir lima belas menit, dan tidak ada yang kami bicarakan selama itu. Kali ini, aku yang memulai pembicaraan.
"Kamu sudah capek belum?"
"Tidak juga, aku sesekali mendaki gunung bersama ibu dan ayahku di hari Sabtu" katanya.
"Oh, menarik sekali, aku belum pernah mendaki gunung" kataku.
"Kalau libur begini biasanya kamu melakukan apa, selain berjalan-jalan ke sungai ini tentunya?"
"Biasa saja. Kalau tidak disuruh ibu mencuci baju dan mencuci piring-piring kotor, biasanya aku suka membaca di bawah pokok kayu di pekarangan rumah" kataku jujur.
"Kamu tidak suka bermain bersama teman-teman ya?"
"Ya, begitulah."
"Kenapa ada orang yang suka menyendiri sepertimu?"
"Aku tidak tahu, tapi aku sudah cukup senang kok dengan keseharianku?"
"Boleh kita duduk-duduk di sini?" katanya.
Ia menunjuk sebuah tempat yang agak rata di sisi tebing yang tertutup ilalang, namun masih bisa memandang ke arah jembatan, yang di sekitarnya ada gundukan-gundukan pasir sungai hasil penambangan manual buruh-buruh pabrik galian yang tidak beroperasi di hari Minggu.
"Boleh saja, tidak ada yang memiliki sungai ini, kita bisa duduk dimana kita mau" kataku.
Ia membentangkan sebuah kain berjemur yang biasa dipakai orang ketika berjemur di pantai.
"Sepertinya ini cukup nyaman buat tempat duduk, mari duduk" katanya.
"Ya."
Kami duduk bersebelahan, sambil memandang ke arah jembatan. Sejauh mata memandang, hanya ada ilalang-ilalang yang hijau di sekitar ladang-ladang yang ditanami jeruk, cabe, tomat dan sayuran yang sehari-hari di jual di warung-warung. Nun jauh di sana ada jembatan dan sungai yang mengalir tenang di bawahnya.
"Ini, aku ada bawakan kudapan" katanya.