Jika terdapat Bank Syariah yang mensyaratkan Barang Milik Daerah sebagai jaminan pembiayaan, maka dapat dianggap terdapat kelemahan dalam penerapan Manajemen Risiko Bank Syariah tersebut, khususnya kegagalan dalam melakukan identifikasi risiko hukum bahwa Barang Milik Daerah dilarang untuk dijadikan jaminan pembiayaan (pinjaman) berdasarkan Pasal 49 ayat (5) UU Perbendaharaan Negara dan Pasal 4 ayat (3) PP Pinjaman Daerah sehingga berakibat pada tidak terpenuhinya syarat sahnya perjanjian/kontrak pembiayaan.
F. Penutup
Berdasarkan penjelasan dari Pihak BRK Syariah kepada media massa serta ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku sebagaimana telah kita bahas di atas, maka dapat kita tarik kesimpulan bahwa:
- Kantor Bupati Kepulauan Meranti mau pun Kantor Dinas PUPR Kabupaten Kepulauan Meranti tidak dijadikan jaminan pinjaman ke BRK Syariah;
- Secara Hukum Administrasi Negara, dalam hal terdapat Kepala Daerah yang menjadikan Barang Milik Daerah (termasuk tanah dan bangunan) sebagai jaminan atas pinjaman, maka hal tersebut merupakan penyalahgunaan Wewenang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 dan 18 UU Administrasi Pemerintahan karena tindakan tersebut bertentangan dengan ketentuan peraturan perundang-undangan, yaitu Pasal 49 ayat (5) UU Perbendaharaan Negara dan Pasal 4 ayat (3) PP Pinjaman Daerah;
- Secara Hukum Perdata, dalam hal Barang Milik Daerah (termasuk tanah dan bangunan) dijadikan sebagai jaminan atas pinjaman, maka perjanjian pinjaman tersebut menjadi batal demi hukum (null and void) karena tidak memenuhi salah satu dari syarat sah perjanjian, yaitu Pasal 1320 ayat (4) jo. Pasal 1337 KUHPerdata; dan
- Secara Hukum Perbankan, dalam hal terdapat Bank Syariah yang menyalurkan pembiayaan dengan menjadikan Barang Milik Daerah (termasuk tanah dan bangunan) sebagai jaminan, maka terdapat risiko hukum yang timbul karena tidak dipenuhinya syarat sahnya kontrak (perjanjian)Â sebagaimana dimaksud dalam Penjelasan Pasal 5 ayat (1) huruf e POJK Manajemen Risiko Perbankan Syariah, dimana hal ini dapat berakibat pada tidak terpenuhinya kewajiban Bank Syariah tersebut dalam menerapkan manajemen risiko secara efektif sebagaimana diatur dalam Pasal 38 ayat (1) UU Perbankan Syariah jo. Pasal 2 ayat (1) POJK Manajemen Risiko Perbankan Syariah.
Semoga tulisan ini dapat menjadi tambahan perspektif dan pengetahuan kita semua atas permasalahan di Kabupaten Kepulauan Meranti tersebut.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H