Meranti Gadaikan Kantor Pemda, Bolehkah?
BupatiPertanyaan tersebut terlintas di benak penulis karena beberapa hari belakangan ini, penulis mengamati perhatian publik pada kabar bahwa terdapat seorang Bupati yang menggadaikan kantor pemerintah daerah nya sendiri kepada Bank sejumlah Rp100 milyar.
Urusan "gadai menggadai" ini pun lantas mendapat perhatian yang begitu besar, mungkin sama besarnya dengan permasalahan korupsi yang sedang dijalani oleh Bupati tersebut.Â
Untuk memberikan pemahaman hukum dan gambaran yang lebih jelas dan menyeluruh kepada masyarakat, maka penulis terpanggil untuk membuat tulisan ini.
A. Duduk Perkara
1. Pada tanggal 14 April 2023, Bupati non-aktif Kabupaten Kepulauan Meranti, Muhammad Adil, yang sedang tersandung kasus korupsi, dikabarkan "menggadaikan" (baca: menjadikan jaminan/agunan) bangunan Kantor Bupati Meranti (Sumber: Rahmat Santoso, 2023).Â
2. Pada hari yang sama, hal ini diklarifikasi lebih oleh Pimpinan PT Bank Pembangunan Daerah Riau dan Kepulauan Riau Syariah (Perseroda) ("BRK Syariah") Cabang Selatpanjang, Ridwan, dimana ia menjelaskan bahwa yang "digadaikan" itu bukan Kantor Bupati Meranti, namun Kantor Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PUPR) Kepulauan Meranti (Sumber: Rahmat Santoso, 2023).
3. Berselang tiga hari, pada tanggal 17 April 2023, Sekretaris BRK Syariah, Edi Wardana, memberikan penjelasan lebih lanjut bahwa:
- BRK Syariah memberikan fasilitas pembiayaan kepada Pemkab Kepulauan Meranti dalam rangka mendukung pembangunan infrastruktur daerah tersebut berdasarkan permohonan pinjaman dari Pemkab Kepulauan Meranti tanggal 25 Juli 2022;
- Fasilitas pembiayaan kepada Pemkab Kepulauan Meranti tersebut memiliki landasan hukum berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 56 Tahun 2018 tentang Pinjaman Daerah dan Surat Edaran Menteri Dalam Negeri Nomor 979/1833/SJ tentang Pertimbangan Pinjaman Daerah yang bersumber dari Pemerintah, Pemerintah Daerah Lain, Lembaga Keuangan Bank, dan Lembaga Keuangan Bukan Bank;
- Pinjaman Daerah yang diberikan tersebut juga mengacu pada Surat Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor S-69/MK.7/2022 perihal tanggapan atas permohonan pelampauan batas maksimal defisit APBD Kabupaten Kepulauan Meranti TA 2022 yang dibiayai dari pinjaman daerah;
- Fasilitas pembiayaan yang diberikan menggunakan akad syariah yaitu Musyarakah Mutanaqishah (MMQ) dengan sumber pengembalian pinjaman daerah adalah berasal dari APBD setiap tahun sampai dengan berakhirnya kewajiban;
- Plafond pembiayaan yang diberikan adalah maksimum sebesar Rp100 miliar, dimana Pemkab Kepulauan Meranti hanya meminjam Rp59,3 miliar (sampai dengan batas akhir masa penarikan 31 Desember 2022);
- Pemkab Kepulauan Meranti sendiri telah beberapa kali mengangsur, dimana sampai dengan posisi 31 Maret 2023 sisa pinjaman (baki debet) adalah sebesar Rp47,2 miliar;
- Jangka waktu fasilitas pembiayaan ini akan berakhir pada 7 Desember 2024 dan tidak ada jaminan berupa aset atau fisik aset yang digadaikan sebagai jaminan; dan
- Berdasarkan akad antara BRK Syariah dengan Pemkab Kepulauan Meranti, fasilitas pembiayaan yang diberikan didukung oleh Surat Persetujuan DPRD Kabupaten Kepulauan Meranti dan surat pernyataan Bupati Kepulauan Meranti untuk melunasi.
B. Larangan Menjadikan Barang Milik Daerah sebagai Jaminan
Pasal 1 angka 11 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara ("UU Perbendaharaan Negara") dan Pasal 1 angka 2 Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Barang Milik Negara/Daerah sebagaimana diubah terakhir dengan Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 2020 ("PP Pengelolaan BMN/D") memberikan pengertian bahwa "Barang Milik Daerah adalah semua barang yang dibeli atau diperoleh atas beban Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah atau berasal dari perolehan lainnya yang sah ." Termasuk dalam pengertian Barang Milik Daerah ini adalah tanah dan bangunan, seperti bangunan kantor pemerintahan daerah.