Mohon tunggu...
temali asih
temali asih Mohon Tunggu... Guru -

berbagi dan mengasihi

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Luka di atas Cinta

28 Februari 2019   08:38 Diperbarui: 4 Maret 2019   12:14 280
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
https://goo.gl/images/Y4xTwQ

Dimikri sangat mencintai Vania, senyum manis kekasihnya bisa menggetarkan perasaan terdalamnya.

Gedung untuk acara pernikahan telah dipesan. Semuanya sudah fixed. Vania tersenyum puas. Sambil mendata ulang teman dan saudara yang akan hadir, ditelitinya satu-persatu kartu undangan berwarna merah jambu, cukup tebal, bertuliskan dua buah nama, Vania Revita dan Dimikri Reforma, sang kekasih yang akan mengisi kehidupannya di hari-hari selanjutnya.

"Mas Dim," suara lembut Vania memanggil calon suaminya.

"Ada apa, Dik?" tanya Dim tak kalah lembut, tatapan matanya tak beralih dari tumpukan kartu undangan yang sedang dipisah dan dihitung satu-persatu sambil memberi checklist pada buku catatannya.

Pasangan kekasih yang akan mengikat janji pada Bulan April tanggal empat belas tahun ini memang sangat serasi. Vania gadis yang cerdas, lugas dan cantik. 

Begitu pula Dimikri, berperawakan gagah, tampan dan karirnya di sebuah perusahaan asing terus menanjak dengan gaji yang lumayan besar. Lebih dari cukup untuk menghidupi keluarga kecil mereka kelak.

Dimikri sangat mencintai Vania, senyum manis kekasihnya bisa menggetarkan perasaan terdalamnya. Mata lebar dan hidung bangir ditunjang tubuh aduhai Vania membuatnya sulit untuk berpindah ke lain hati. 

Memang beberapa kali hubungan mereka putus sambung, kadangkala gara-gara cemburu, tersinggung atau masalah sepele lainnya.

Dimikri bernafas lega, kali ini ia merasa mantap, tak ada satu pun hal yang bisa memisahkan mereka berdua, apalagi dukungan kedua keluarga begitu kuatnya.

"Beberapa teman dan tetanggaku yang sudah masuk list, kok dicoret sih, Mas Dim?" tanya Vania keheranan.
Dimikri mengalihkan pandangannya pada Vania.

"Yang mana, Dik?" jawab Dimikri tenang.

"Ini!" seru Vania menunjukkan daftar undangan yang sedang dipelototi secara teliti sejak tadi.

"Oh itu," jawab Dimikri singkat. 

"Kok, cuma jawab oh itu?"

"Bukannya Mas Dim yang mencoret lima puluh tiga nama yang akan diundang? Kenapa?" tanya Vania heran.

"Mereka tak usah diundang!" jawab Dimikri masih dengan nada datar dan acuh tak acuh.

"Lha, mereka kan teman dekatku! Bisma, Varenity, Tatya, dan Jingga semuanya temanku sejak kecil. Lagipula mereka itu sudah banyak membantu keluarga Vania saat melewati masa-masa sulit. Haduh, kenapa sih?" nada suara Vania tak selembut tadi. 

Vania mulai kehilangan kesabaran. Dilihatnya Dimikri masih fokus memisahkan kartu undangan yang akan dibagikan untuk saudara-saudara dan relasinya. 

"Ya, karena aku tak setuju kalau mereka hadir di acara pernikahan kita, itu saja." jawab Dimikri enteng. Ia tak mengacuhkan sorot mata Vania yang memandang ke arahnya tajam.

"Tidak setuju?"

"Kok bisa begitu?" 

"Mereka harus hadir! Mereka tamu undangan VIP," Vania merebut daftar undangan yang dipegang Dimikri. 

"Kalau mereka tak boleh hadir, maka..." Vania mencoret satu demi satu nama-nama undangan Dimikri. 

"Ini!" Vania melemparkan lembaran-lembaran kertas berisi daftar undangan tepat ke muka Dimikri.

"Nama-nama itu tak boleh menginjakkan kakinya di gedung! Vania tak rela," ujarnya setengah menjerit. Vania meremas tangan Dimikri. Dimikri menepis tangan Vania.

Ruangan tengah yang luas dan berpendingin itu mulai terasa panas dan sempit. Kedua kekasih terlibat perseteruan hebat. Tinah, pembantu Vania, satu-satunya orang yang menemani mereka sejak tadi tak berani ikut campur. 

Tinah ngeri melihat seorang gadis cantik sikapnya berubah menjadi Mak Lampir dan lelaki gagah itu kelakuannya mirip Genderuwo. Kedua mata mereka mendelik, mulut mereka monyong maksimal. Tangan-tangan terkepal siap adu jotos. 

Tinah pasrah, ia tak berani melerai, sedikit demi sedikit menggeser posisi duduknya dan menjauhi kedua sejoli yang kini hendak berperang. Jantungnya berdebar kencang. Kartu-kartu undangan yang tadinya bertumpuk rapi kini berseliweran menjadi senjata mereka berdua. Saling lempar.

"Nih, rasakan!" seru Vania kesal. Dua buah kartu undangan melayang menuju leher Dimikri. Tangan kiri Dimikri sigap menangkis dan tangan kanannya mengeluarkan amunisi lima buah kartu. Beruntun. Satu kartu tepat melayang ke muka Vania tanpa sempat dihalau.

"Gila!" Vania menjerit. 

"Beraninya sama perempuan ya! Makan nih!" Vania berteriak sambil melempar satu kartu undangan sekuat tenaganya.
Persis ujung kartu mengenai mata Dimikri.

"Kampreeet!" teriak Dimikri dengan suara menggelegar.

"Cebooong!" timpal Vania tak kalah keras. Suara Vania memang terdengar seperti auman singa. 

Mantan orator ulung di kampus itu memang memiliki volume suara yang bisa menggetarkan gendang telinga dan jantung. Tinah merasa jantungnya hampir copot. Ia kabur lewat pintu belakang untuk meminta bantuan Pak RT melerai Vania dan Dimikri sebelum ada korban yang jatuh.

Pak RT dan dua orang staffnya tiba dengan segera. Begitu pintu terbuka kartu-kartu melayang ke kepala mereka. Sambil berusaha menangkis. Pak RT dengan segera mengunci gerakan tangan Dimikri yang hendak melemparkan kartu lagi.

"Kampreeeeet!" wajah Dimikri memerah dan mulutnya berteriak hingga ludahnya muncrat mengenai Pak RT.

"Cebooooooong!" sontak pak RT berteriak sambil mengusap mukanya yang penuh ludah.


"Kampreeet!" dua staff RT balas berteriak. Mereka malah terlihat kesal dengan jeritan Pak RT.

Vania makin kesal," Hey! Semua Cebong! Keluar dari rumahku sekarang juga!"


"Kamu! Kamu! Kamu!" telunjuk lentik Vania mengarah ke muka staff dan Dimikri. 

Kartu-kartu undangan bergambar hati sobek-sobek dan rusak berat. Seperti sobeknya dua hati anak manusia.

oOo

Pernikahan gagal total -- gatot. Dibatalkan. Vania, Dimikri, Pak RT, dua staff dan beberapa warga komplek Garuda Satu dan Dua, dijebloskan dalam penjara karena terlibat tawuran.

Perkelahian mereka memicu tawuran antar warga. Ada lima orang terluka parah dilarikan ke rumah sakit dan dua puluh warga lainnya luka ringan. Untunglah tak ada korban jiwa. 

Sejak peristiwa menggemparkan itu dikeluarkan undang-undang, hukuman penjara dua bulan bagi yang mengucapkan kata-kata cebong dan kampret dalam rangka saling menghina. Olalaa...

Bandung, 28 Februari 2019

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun