"Ini!" seru Vania menunjukkan daftar undangan yang sedang dipelototi secara teliti sejak tadi.
"Oh itu," jawab Dimikri singkat.Â
"Kok, cuma jawab oh itu?"
"Bukannya Mas Dim yang mencoret lima puluh tiga nama yang akan diundang? Kenapa?" tanya Vania heran.
"Mereka tak usah diundang!" jawab Dimikri masih dengan nada datar dan acuh tak acuh.
"Lha, mereka kan teman dekatku! Bisma, Varenity, Tatya, dan Jingga semuanya temanku sejak kecil. Lagipula mereka itu sudah banyak membantu keluarga Vania saat melewati masa-masa sulit. Haduh, kenapa sih?" nada suara Vania tak selembut tadi.Â
Vania mulai kehilangan kesabaran. Dilihatnya Dimikri masih fokus memisahkan kartu undangan yang akan dibagikan untuk saudara-saudara dan relasinya.Â
"Ya, karena aku tak setuju kalau mereka hadir di acara pernikahan kita, itu saja." jawab Dimikri enteng. Ia tak mengacuhkan sorot mata Vania yang memandang ke arahnya tajam.
"Tidak setuju?"
"Kok bisa begitu?"Â
"Mereka harus hadir! Mereka tamu undangan VIP," Vania merebut daftar undangan yang dipegang Dimikri.Â