Mohon tunggu...
Teha Sugiyo
Teha Sugiyo Mohon Tunggu... purnakarya - pembelajar

Guru dan pembelajar. purnabakti yang masih berbakti.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Fungsi Didaktis dari Puisi Malu Aku Jadi Orang Indonesia

25 Juli 2023   06:47 Diperbarui: 25 Juli 2023   06:52 532
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Kita memang harus malu kalua kita berbuat tidak baik di hadapan umum. Budaya malu karena tidak menunjukkan sopan santun dan kebajikan sebagai suatu bangsa memang perlu kita tumbuhkan. Kita perlu menyadari bahwa kita memiliki nilai-nilai luhur sebagai bangsa yang harus tetap kita pertahankan. Kehormatan sebagai bangsa perlu kita tegakkan. Tak cukup hanya dengan kesadaran rasa malu, tetapi sekaligus kita juga perlu menindaklanjuti dengan mengatasi agar budaya malu tersebut dapat kita ubah menjadi kebanggaan menjadi suatu bangsa. Tidak mudah memang. Diperlukan upaya dan kerja keras semua pihak yang terkait sebagai bangsa dan orang Indonesia.

Dari berbagai sumber, kiranya dapat dirangkum bagaimana kita tetap menegakkan “budaya malu” dan sekaligus kita mengangkat derajat untuk tidak memalukan di kancah pergaulan dengan sesama. Bahkan mampu bangkit dari keterpurukan dan menjadi pribadi yang sukses, dihargai, pantas disegani dan dibanggakan. Kita perlu berprestasi, baik sebagai pribadi maupun kelompok atau bersama-sama. Kita perlu menciptakan berbagai prestasi di bidang yang sesuai bakat, minat dan kemampuan kita. Jika berbagai prestasi baik di kancah regional, nasional maupun internasional, dapat kita raih, tentunya akan menjadi kebanggaan kita bersama. Sebagai bangsa kita akan dihargai, sehingga diharapkan nantinya, ada penyair lain yang mampu menciptakan puisi “Bangga Aku Jadi Orang Indonesia”,  yang juga melegenda, sebagai ganti  puisi Taufiq Ismail “Malu (Aku )Jadi Orang Indonesia”.

Ada lima (5) dasar pendorong  keberhasilan yang telah dipraktikkan jutaan orang untuk menggapai kesuksesan, termasuk meningkatkan harga diri dengan berprestasi, menjadi kebanggaan sehingga dapat menghapus rasa malu. Mereka telah memiliki pribadi atau watak/karakter yang berkualitas, sehingga mampu berdaya saing di tengah gejolak dan perubahan. Dasar-dasar itu menurut Dale Carnegie (1996) berupa keterampilan-keterampilan berikut ini: (1) meningkatkan rasa percaya diri; (2) berkomunikasi; (3) membina hubungan antarmanusia; (4) memotivasi dan menginspirasi (kepemimpinan); dan (5) mengelola stress.

Untuk merasa percaya diri, pertama-tama kita harus mengenal diri sendiri. Kenali kelayakan, keunggulan, dan sekaligus kelemahan diri sendiri. Setelah mengenal diri, langkah kedua adalah menerima diri. Bersedia menerima diri sendiri secara apa adanya, bukan ada apanya.  Memang tidak mudah, bahkan mungkin merupakan perjuangan berat bagi orang tertentu. Setelah menerima diri, langkah selanjutnya adalah menghargai diri. Jika kita memiliki  perasaan-perasaan  untuk menerma diri sebagaimana adanya, termasuk kekurangan dan kelebihan kita, maka  pada gilirannya kita akan dapat menghargai diri kita. Hal itu memungkinkan kita menerima lebih banyak tanggung jawab dalam kehidupan ini. Setelah kita mengenal diri kita dengan  memiliki pemahaman yang benar  tentang kekurangan dan kelebihan diri sendiri, kita dapat menerima diri  sebagaimana adanya. Dari penerimaan diri ini kita dapat menghargai diri dengan menempatkan pengalaman-pengalaman sukses dan prestasi sebagai dasar  bagi perjalanan sukses berikutnya. Dengan demikian kita telah menjadi orang yang berani,  mandiri dan memiliki  keyakinan diri yang penuh. Jika demikian kita telah memiliki rasa percaya diri. Pada tahap berikutnya,  setelah kita memiliki rasa percaya diri, kita mampu memimpin atau mengarahkan diri kita untuk menggapai tujuan yang lebih baik.

Pendorong kedua untuk meningkatkan pribadi yang berkualitas adalah berkomunikasi secara efektif.  Tujuan komunikasi itu untuk memberitahukan, memengaruhi dan meyakinkan.  Komunikasi dikatakan efektif bila orang berhasil  menyampaikan pesan, serta dimengerti oleh penerima dan secara nyata dapat dilaksanakan sehingga tercipta interaksi dua arah. Prinsip-prinsip dalam komunikasi efektif adalah: (1) jelas, singkat dan dapat dimengerti; (2) dua arah, aksi dan reaksi; (3) pemilihan media yang efektif; (4) bila perlu dilakukan berulang-ulang; dan (5) adanya umpan balik yang sangat penting.

Pendorong ketiga adalah membina hubungan antarmanusia. Membina hubungan antarmanusia merupakan suatu keharusan bagi setiap manusia agar memiliki banyak teman dan sahabat. Namun demikian, kita perlu bijaksana dalam membina relasi antarinsan. Kita perlu belajar dari kata-kata bijak ini: “Orang-orang senada akan bertemu”; Orang bijak psti akan berkumpul dengan orang bijak, demikian pula orang jahat pasti akan berkumpul dengan orang jahat. Jadi untuk menjadi pribadi yang berkualitas, kita juga perlu bergaul dengan orang-orang yang berkualitas: jujur, setia, rendah hati, punya komitmen, tidak gampang menyerah dan mudah beradaptasi terhadap perubahan.  Kita dapat belajar dari tim kesebelasan Jepang yang soft power, yang menang dalam kekalahan. Menurut Prof. Pitoyo Peter Hartono, tim Jepang walaupun kalah dalam babak 16 besar Piala Dunia 2022, tim Jepang adalah tim menjunjung tinggi sportivitas total, menjunjung tinggi budaya yang luhur, dan etika mulia (baca suarajarmas.com dll.). Tentu saja hal itu merupakan investasi pendidikan yang berharga. Kita juga perlu belajar dari Putri Ariani yang  mendapat Standing Ovation dan Golden Buzzer  dalam ajang America's Got Talent,  8 Juni 2023, meskipun ia adalah seorang difabel. (Viva.co.id). Keberhasilan dan prestasi yang mereka capai tentu tidak semudah membalik telapak tangan, tetapi diperlukan perjuangan yang keras, kerja cerdas, jika perlu sampai berdarah-darah penuh keringat dan air mata. Itulah pribadi yang berkualitas.

Pendorong keempat adalah menjadi pemimpin yang efektif baik bagi diri sendiri maupun orang lain. Kepemimpinan yang baik adalah keterampilan memotivasi dan menginspirasi orang lain yang menjadi pengikutnya sehingga mereka dapat bertumbuh dan berkembang secara optimal (Yeung, 2001). Pemimpin yang baik memberdayakan dan memberikan inspirasi pada orang lain untuk mencapai keinginannya, bukan keinginan kita. Meskipun benar bahwa beberapa orang dilahirkan dengan bakat alami yang luar biasa, kemampuan memimpin sebenarnya terdiri dari sekumpulan keahlian, hampir semuanya dapat dipelajari, dan ditingkatkan, tetapi prosesnya tidak terjadi dalam semalam. Sebelum menjadi pemimpin bagi orang lain, tentunya seseorang perlu mampu menjadi pemimpin bagi diri sendiri.

Mengelola Stres adalah pendorong terakhir yang mampu untuk meningkatkan kualitas kepribadian atau karakter kita. Stres, secara sederhana dapat dikatakan sebagai kondisi seseorang merasa tertekan dan terancam. Istilah stres berkembang pengertiannya dan digunakan untuk menunjukkan adanya tekanan, ketegangan atau usaha keras  yang ditujukan pada kekuatan mental manusia. Ada dua strategi menanggulangi stres: penanggulangan yang diarahkan pada masalah yang menimbulkan stres; dan penanggulangan yang diarahkan untuk mengatur respons emosi terhadap masalah yang menimbulkan stres. Pribadi yang berkualitas mampu mengelola stres dengan bijak. Kitalah yang harus mengalahkan stres, bukan kita yang malah dikalahkan stres.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun