Bagian Ketiga dari Empat Tulisan
Karya sastra sebetulnya hanyalah cermin, gambaran, bayangan, atau tiruan kenyataan. Dalam konteks ini karya sastra dipandang sebagai penggambaran yang melambangkan kenyataan (mimesis) (Teeuw, 2013: 174). Jika dikaitkan dengan puisi MAJOI, Taufiq Ismail berhasil menggambarkan kondisi bangsa Indonesia ketika baru merdeka dengan kondisi pada tahun 1990-an secara lugas. Kadangkala gambaran kenyataan yang terjadi di masyarakat itu diungkapkan secara kosokbalen atau paradoks alias berlawanan dari yang seharusnya. Kehancuran bangsa Indonesia sudah menjalar masuk ke berbagai aspek kehidupan. Dengan jelas digambarkan mulai dari selingkuh birokrasi (korupsi, kolusi, dan nepotisme) sampai ke masalah budi pekerti yang dalam kehidupan sehari-hari nyaris hilang. Itulah sebabnya, penyair merasa malu menjadi bangsa Indonesia, jika dihadapkan dengan bangsa-bangsa lain.
Karya sastra tidak hanya dapat dijadikan sebagai bahan bacaan ketika waktu senggang saja, tetapi mempunyai banyak fungsi yang secara tidak langsung dapat menampilkan kehidupan yang lain. Menurut Kosasih (2012) yang dikutip Rifda Arum (2021) sastra mempunyai 5 (lima) fungsi sebagai berikut.
- Fungsi Rekreatif; sebagai hiburan yang dapat memberikan rasa senang, gembira, bahkan sedih, kecewa dsb;
Fungsi Didaktif; mendidik pembacanya mengenai mana hal yang baik dan mana hal yang buruk, karena setiap karya sastra selalu membahas mengenai realitas sosial yang terjadi.
Fungsi Estetis; memberikan nilai-nilai keindahan yang dapat dilihat dari kata-kata yang digunakan dalam karya sastra.
Fungsi Moralitas; Sebuah karya sastra pasti mengandung nilai moral yang tinggi dan diperuntukkan bagi pembacanya, yang dapat berupa keyakinan terhadap Tuhan, adil, menghargai sesama, tolong menolong, kasih sayang, dan lain-lain.
Fungsi Religiusitas; yaitu bahwa sastra kerap kali memuat ajaran agama dan dapat dijadikan teladan bagi pembacanya.
Dari kelima fungsi sastra itu, kita fokuskan pada fungsi didaktis untuk menelaah dan belajar pada puisi MAJOI karya Taufiq Ismail, meskipun tetap tidak meninggalkan keterkaitan dengan fungsi lainnya.
Pendidikan adalah dasar utama pembangunan kepribadian atau karakter bangsa. Tujuan pendidikan yang termuat dalam Undang-Undang Nomor 20 tahun 2003 berbunyi, sebagai berikut.
“Mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab.”