Mohon tunggu...
Teguh Gw
Teguh Gw Mohon Tunggu... Guru - Pernah menjadi guru

Pemerhati pendidikan, tinggal di Semarang, Jawa Tengah

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Menang tanpa Ngasorake: Secuil Seni Negosiasi

21 Oktober 2021   07:25 Diperbarui: 21 Oktober 2021   07:29 282
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

***

Hari Esoknya

Sepuluh menit menjelang waktu yang disepakati, Jenderal sudah standby, siap menyambut tamunya: sepasang orang tua murid. Ia menunggu di gerbang, bukan di pintu markas agungnya! Apalagi di singgasana kehormatannya!

Sebuah mobil putih menyalakan lampu sein, isyarat hendak berbelok ke kanan. Mobil menyeberang jalan, menuju halaman depan Sekolah. Melewati gerbang, kaca jendela ruang kemudi dibuka penuh. Sepasang kepala mengangguk sopan. Dua pasang bibir tersenyum ramah. Rupanya mereka mengetahui keberadaan Jenderal di teras pos satpam, di sebelah gerbang.

Mobil diparkir mengikuti panduan satpam. Jenderal menghampirinya. Sepasang pintu mobil terbuka. Kedua pengendara turun dan keluar. Yang perempuan dikenali oleh Jenderal: wajah, nama, dan profesinya. Begitu juga identitas anaknya: murid cantik yang beranjak menjelma gadis belia. Wajah ramah perempuan itu sudah terekam pula di memory chip sang Jenderal. Tapi, yang lelaki ...? Benarkah beliau suaminya? Yang kemarin datang? Yang membawa murka?

"Selamat datang, Ibu. Selamat datang, Bapak," sapa Jenderal (Ia terbiasa mendahulukan Ibu sebelum Bapak. Tak jelas alasannya. Pokoknya begitu. Asal saja.)

"Injih, Bapak. Terima kasih, Bapak berkenan menerima kami," jawab si Ibu.

"Jadi nggak enak, nih. Bapak harus menyambut kami di gerbang. Jauh dari kantor Bapak," timpal si Bapak. "Apa khawatir kalau kami tersesat?"

Makin meragukan: benarkah beliau ini yang kemarin datang? Dengan muka membara? Ah, semoga ....

Bertiga berjalan sejajar. Seorang perempuan dokter diapit dua Arjuna. Yang satu mirip Arjuna oleh sebab gantengnya. Yang satunya lagi identik Arjuna karena kelangkaan atribut kenaraprajaan. Tiga pasang kaki melangkah pasti namun santai. Ya, ketiganya berjalan beriringan seolah-olah tanpa beban psikis di antara mereka. Harmoni itu tetap terjaga hingga mereka sampai di markas agung Jenderal.

Dua deputi Jenderal menunggu di pipi pintu. Ada tengara keterkejutan pada tatapan mata keduanya. Seorang demi seorang masuk. Lalu duduk di sofa sudut yang membentuk huruf L. Pertemuan berlangsung tanpa jamuan, selain lima botol mungil air mineral.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun