Mohon tunggu...
Teguh Ari Prianto
Teguh Ari Prianto Mohon Tunggu... Penulis - -

Kabar Terbaru

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Mengenang KAA 1955, Sukses Tuan Rumah KTT G20 2022 dan Sajian Khas Indonesia yang Mendunia

17 November 2022   14:14 Diperbarui: 18 November 2022   10:37 593
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi KTT G20. Photo kompas.com

Setiap kali mengenang peristiwa Konperensi Asia Afrika (KAA) tahun 1955, sebagai sebuah perhelatan akbar bangsa-bangsa dari berbagai negara di Asia dan Afrika dalam memperjuangkan nasib pasca berakhirnya perang dunia II, maka terkenanglah Bapak Bangsa, Ir. Soekarno atau Bung Karno.  

Pertemuan negera-negara dunia melawan dominasi ideologi Kapitalis Washington dan Sosialis Komunis Moskow. 

Perhelatan untuk mewujudkan kemerdekaan bangsa-bangsa Asia dan Afrika seutuhnya serta berdiri setara bersama dalam tatanan dunia baru yaitu Tatanan Dunia ke Tiga.  

Adanya peristiwa KAA tersebut menunjukan secara sekasama bahwa Indonesia mampu menjadi tuan rumah yang baik bagi terselenggaranya pertemuan-pertemuan penting negara-negara internasional dalam rangka mewujudkan nilai-nilai penting seluruh bangsa di dunia.

Saat KAA, 18-24 April 1955 berhasil menorehkan semangat kebersamaan, senasib sepenanggungan sebagai bangsa yang memiliki hak akan kemerdekaan, lepas dari cengkraman kolonialisasi dan hidup setara dalam pergaulan bangsa-bangsa diseluruh dunia.

Kini Indonesia kembali tertantang menjadi tuan rumah Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) Negara-negara G20 Tahun 2022.

Sebagai generasi penerus hari ini, kita patut berbangga hati dengan hasil perjuangan para pendahulu tersebut. Buah pengorbanan putra-putri bangsa yang mampu menembus batas kemampuan yang ada.

Keberhasilan Indonesia dalam KAA menjadi rangkaian spirit yang terus terbangun hingga saat. Andai saja pada 1955, KAA gagal dalam penyelenggaraan atau muncul sesuatu hal yang tidak diharapkan, predikat Indonesia sebagai negara berdaulat bisa saja lepas dari Indonesia.

Dalam KTT G20, status Indonesia kini masuk sebagai bagian dari negara maju di dunia. Suatu lompatan mengagumkan, Indonesia kembali menunjukan kemampuan menyejajarkan diri dengan bangsa-bangsa maju lain di dunia.

Padahal, saat dulu KAA digelar, kondisi Indonesia sedang ada dalam keadaan yang sangat genting.

Pasca sepuluh tahun Indonesia merdeka, situasi dan kondisi belumlah pulih seutuhnya menyusul kecaman dan tingkat kepercayaan yang rendah dari masyarakat dunia terhadap Indonesia. 

Namun, dari segala hal yang nampak tersebut, bermodal semangat besar Bung Karno dan pemimpin-pemimpin bangsa lainnya, kita mampu mewujudkan cita-cita besar bangsa-bangsa tersebut.

Kini, dalam perhelatan KTT G20, semangat juang yang sama ditunjukan Presiden Joko Widodo atau Jokowi beserta segenap pemimpin negara lainnya, secara bersama-sama mewujudkan tatanan ekonomi dunia ke arah yang lebih baik.

Dalam KAA, kita mengenang Presiden Soekarno, Ali Satroamidjojo, Roeslan Abdoelgani dan sederet nama besar lainnya. Pada KTT G20, ada Jokowi. 

Nama-nama ini akan terus terkenang berkaitan kiprah-kiprah penting perhelatan bangsa-bangsa dunia. 

Mereka dinilai mampu menginsprirasi putra-putri terbaik bangsa untuk sama-sama terjun dan berjuang menyukseskan berlangsungnya perhelatan-pwrhelatan penting itu.

Perjamuan Tradisi

Sangat banyak deretan nama yang terkait langsung maupun tidak langsung dengan suksesnya penyelenggaraan KAA 1955. Jasa-jasa mereka terkenang hingga kini. 

Dari sejumlah nama yang ada tersebut, kita mengenal Madrawi dan Fhadli Badjuri. Dua putra asal Madura  yang telah rela berkorban demi terciptanya kemuliaan bangsa. 

Meskipun dengan cara yang sangat sederhana pada awalnya, namun kemudian jasa-jasa mereka terkenang dan bahkan menjelma menjadi sebuah penemuan besar bangsa Indonesia dalam hal sejarah diplomasinya.

Mereka adalah sahabat-sahabat dekat Presiden Soekarno dan Roeslan Abdeolgani. 

Dalam perhelatan KAA, Madrawi dan Fhadli Badjuri yang juga pemilik Rumah Makan Madrawi di Jalan Dalem Kaum Bandung waktu itu, mendapat kepercayaan untuk mengurus kebutuhan konsumsi para delegasi KAA. Madrawi dan Fhadli Badjuri tidak menyia-siakan kesempatan itu.

Meracik makanan dan mengemasnya dengan baik serta higienis adalah bagian dari kemampuan mereka dalam hal membuat makanan yang khas dan enak itu. Kreasi tangan-tangan terampil mereka pun membuahkan hasil. 

Sajian makanan khas Madura tersebut kemudian mereka hadirkan ditengah-tengah penyelenggaraan KAA. 

Jenis-jenis makanan itu diantaranya adalah sate dan juga soto Madura. Menu itu adalah sebagaian dari 99 menu yang biasa mereka jajakan di RM Madrawi dan Presiden Soekarno sangat menyukainya. 

Begitu pun selama KAA berlangsung banyak delegasi dari Asia dan Afrika merasa ketagihan dengan sajian menu yang disediakan tuan rumah KAA tersebut.

Makanan yang disajikan RM Madrawi dapat diterima oleh khalayak bangsa-bangsa di Asia dan Afrika yang hadir melalui delegasi-delegasinya. 

Sajian ini dianggap baru dan mampu hadir dan setara dengan pola sajian dalam jamuan-jamuan internasional lainnya. 

Meski dibilang secara konteks, sate dan juga soto Madura merupakan panganan khas tradisional, tetapi para delegasi KAA menyukai dan bahkan sangat menikmatinya.

Sadar atau tidak, dengan pendekatan penyajian pola dan pilihan makanan seperti ini, Indonesia tengah menerapkan pendekatan diplomasi baru yang tentunya ala Indonesia.

Disamping munculnya pemikiran tersebut, penyelenggaraan KAA dengan segala gaya diplomasinya kemudian dikatakan bahwa Indonesia pada saat itu benar-benar mampu melepaskan diri dari ketergantungan terhadap kaidah-kaidah perundingan yang biasa diselenggarakan dengan tanpa menimbulkan penolakan yang signifikan dari negara-negara di dunia dikemudian hari.  

Catatan sejarah perundingan dan diplomasi KAA kemudian menyebutkan bahawa dasar utama perundingan dalam penyelenggaraan KAA adalah musyawarah untuk mufakat. 

Setiap delegasi merupakan peserta yang memiliki kesetaraan sehingga tidak ada satu pun Negara yang menjadi sangat dominan dalam pertemuan tersebut. 

Segala bentuk perundingan dilakukan dengan penuh kehati-hatian dan pertimbangan matang dengan tetap menegdepankan hak-hak pribadi antar bangsa serta menjunjung tinggi nilai-nilai kebenaran tanpa mesti bertumpu pada suara mayoritas.

Begitu pula, pembicaraan-pembicaraan yang dilakukan sangat mengedepankan rasa saling hormat menghormati tanpa lepas dari kebiasaan-kebiasaan dari masing-masing delegasi. Suasana sangat cair dan penuh dengan keakraban.

Itulah Madrawi, salah satu bentuk keyakinan yang berhasil terbangun di dalam benak putra bangsa. Meski berada didalam keterbatasan, mereka masih mampu bergerak dan ikhlas. 

Dengan segenap kemampuannya Madrawi membantu Negara untuk memperoleh solusi atas masalah yang dihadapinya. Bersama-sama dengan putra-putri terbaik bangsa lainnya, Madrawi mampu membuka mata dunia akan kemampuan besar Indonesia yang terpendam.

Masih banyak pendekatan lain Indonesia dalam menjamu para delegasi KAA. Selain diplomasi Madrawi itu tadi, Indonesia juga mampu menghadirkan berbagai suguhan kesenian khas Indonesia seperti angklung, tari Bali dan sederet sajian kesenian lainnya.

Tidak kalah menariknya pula, kebijakan penyelenggara KAA pada waktu itu dari segi penggunaan pakaian. Indonesia sangat terbuka dengan keberagaaman masyarakat dunia internasional. 

Dalam hal penggunaan pakaian, penyelenggara menerapkan kebijakan kepada  setiap delegasi KAA untuk mengenakan pakaian khasnya masing-masing dengan cara sopan dan tidak menimbulkan ketersinggungan kepada delegasi lain. 

Alhasil, dalam dokumentasi-dokumentasi gambar KAA, sangat mudah kita temukan bagaimana keberagaman itu nampak muncul dalam kebersamaan diantara para tamu, delegasi, tuan rumah hingga masyarakat luas yang menyempatkan hadir secara langsung pada penyelenggaraan KAA. Sungguh damainya dunia dalam keberagaman yang ada pada saat itu.

Yang terpenting selanjutnya adalah bahwa KAA telah melahirkan sebuah naskah yang disepakati dunia yaitu naskah Dasa Sila Bandung. 

Naskah ini kemudian menjadi nafas kebebasan bagi Bangsa-bangsa di Asia dan Afrika dalam menetukan nasibnya.. hal tersebut sejalan pula dengan adanya Spirit Bandung sebagai Ibu Kota Asia Afrika.    

Sementara dalam KTT G20, Indonesia kembali menunjukan kebolehannya mengemas KTT dengan lebih luwes dan berbau tradisi khas Indonesia.

Bali, sebagai lokasi KTT G20 berlangsung dikenal sebagai tempat yang kental dengan keluhuran budaya.

Budaya Bali sangat terkenal di dunia Internasional. Segala bentuk tradisi Bali memiliki keunggulan tersendiri dalam kacamata dunia.

Pada jamuan makan malam peseta KTT G20, laman kompas.com menuliskan bahwa Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Menparekraf) Sandiaga Salahudin Uno mengatakan, menu yang disajikan adalah makanan khas dari penjuru Nusantara.

Hidangan pembukanya adalah salad hingga rujak bumbu Bali, kemudian sajian kepiting dengan bumbu khas Manado, Sulawesi Utara.

Makanan utamanya sendiri adalah sajian aneka makanan dengan balutan bumbu khas Nusantara, yakni daging sapi Wagyu khas dari Lampung dan dibumbui rendang khas Sumatra Barat.

Singkong, kentang, wortel muda khas Likupang, asparagus saus kunyit Bali turut disajikan. Sebagai hidangan penutup adalah olahan coklat Aceh.

Disamping itu, tampilan kesenian yang memukau, disaksikan ribuan pasang mata warga dunia dinilai mampu mencairkan suasana diplomasi negara-negara peserta sekaligus mengenalkan lebih jauh tradisi Indonesia ke manca negara.

Perundingan KTT G20 diharapkan menghasilkan keputusan-keputusan penting ekonomi baik bagi peserta dan juga kepentingan global yang pengaruhnya melekat kepada mayoritas kehidupan masyarakat dunia.

Kita patut berbangga hati bahwa Indonesia selalu berupaya menjadi tuan rumah yang baik dalam perhelatan-perhelatan bangsa dunia. 

Suatu kekhasan tradisi dan budaya masyarakat serta kemampuan segenap potensi kepemimpinan anak-anak bangsa yang layak menjadi kebanggaan.

Semua praktek baik menjadi tuan rumah yang baik, yang terwujud ini, sangat terpaut dengan pengalaman-pengalaman terdahulu serta kuat dan mengakarnya tradisi luhur bangsa hingga saat ini. 

Tentunya semua itu tetap menjadi habit dalam kehidupan sehari-hari masyarakatnya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun