"Candi Borobudur ini dikelilingi delapan gunung," demikian penjelasan Pak Iwan sambil menyebut nama-nama gunung itu, antara lain Merapi, Merbabu, Andong, Telomoyo, Sumbing Sindoro, Menoreh dan Tidar.
Dari sini pula kita bisa melihat Hotel Amanjiwo, salah satu hotel mewah di sekitar Borobudur dan juga Punthuk Setumbu, salah satu tempat menarik untuk melihat matahari terbit dengan latar belakang candi Borobudur.
Berada di tingkat paling atas Borobudur dengan latar pemandangan stupa induk dengan hanya  rombongan kecik kami yang terdiri dari 8 orang,  memberikan kesempatan untuk menikmati ketenangan, merefleksikan makna dari candi ini, dan benar-benar merasakan pengalaman spiritual yang mungkin tak bisa dirasakan dalam keramaian.
Sejenak kami terdiam, menghirup udara segar pagi dan menikmati momen-momen hening itu. Rasanya Borobudur berbicara kepada kami, bercerita tentang sejarah, keagungan, dan kedamaian yang terpancar dari setiap batu yang tersusun rapi.
Saya menikmati momen demi momen dengan melakukan pradaksina, yaitu gerakan jalan searah jarum jam mengelilingi baik stupa paling atas maupun deretan stupa di arupadatu. Â
pak Iwan kemudian meminta kami turun dua tingkat untuk sampai di sudut tenggara candi dan menikmati vista stupa induk yang dikelilingi stupa stupa yang menakjubkan. Salah satu stupa bibi Arman terbuka dengan patung Buddha yang sedang bersila.
Kemudian dikisahkan juga tentang peristiwa kelam pada 1985 ketika ada letusan bom di candi ini yang merusak beberapa stupa di kawasan ini. Â
Cerita yang tidak kalah menarik adalah ketika membahas tentang mitos Kuntobimo, yaitu kepercayaan masyarakat lokal bahwa pengunjung yang berhasil menyentuh bagian tertentu dari patung Buddha yang ada di dalam stupa akan memperoleh kebergantungan.
Namun sekarang pengunjung sudah dilarang untuk menginjak stupa, apalagi memasukkan tangan melewati relung berbentuk belah ketupat untuk menyebut patung. Â Pak Iwan juga sempat bercerita tentang insiden yang terjadi pada 2010 ketika kepala seorang balita sempat masuk ke dalam stupa ketika orang tuanya sibuk ingin menyentuh patung.