Padahal, jika dibandingkan dengan pinjaman konvensional, pinjaman online memiliki suku bunga lebih tinggi dan jangka waktu cicilan lebih pendek.
Pada pinjaman online, biaya administrasi seringkali tidak transparan. Akibatnya, pelanggan berisiko harus membayar lebih dari yang disepakati semula.
Selain itu, pelanggan juga dapat dikenakan biaya keterlambatan dan denda yang tidak wajar.
Kehadiran pinjaman online menjadi kontroversi karena rendahnya literasi keuangan masyarakat Indonesia.
Hal ini tentunya beresiko membuat debitur pinjaman online terjebak dalam jebakan utang yang begitu berat hingga tidak mampu membayar cicilan.
Pemberian data pribadi dalam pinjaman online memudahkan nasabah untuk dikejar utangnya.
Debt collector menebar ancaman mulai dari ke pengadilan, penjara, hingga siap dipecat dari pekerjaannya.
Tak hanya itu, beberapa netizen lain menyoroti fintech pinjaman online yang mampu membaca data di ponsel nasabah.
Terkadang kita disarankan untuk berhati-hati dalam menggunakan pinjaman online. Sebab, meskipun kita mengajukan pinjaman, belum tentu permohonan kita disetujui, namun data diri kita sudah didapatkan oleh pihak pemberi pinjaman.
Selain itu, pinjaman online juga dinilai merugikan konsumen. Misalnya kita hanya bisa mengajukan pinjaman sebesar Rp 1 juta hingga Rp 2 juta, namun pihak pemberi pinjaman online bisa mendapatkan semua data diri kita yang nilainya lebih dari jumlah pinjaman yang diajukan.
Dalam video di akun TikTok yang menggunakan nama pengguna @kangpensi_ dijelaskan, tindakan ceroboh dalam mempublikasikan data pribadi bisa terancam hukuman penjara hingga 9 tahun.