Disusun Oleh NADILA POBELA,MELANSYAH ADAM,SEPTIAN HUNTUA&IRVAN USMAN
Konsep dasar yang dipakai oleh Behavior Therapy adalah belajar. Belajar yang dimaksud adalah perubahan tingkah laku yang disebabkan bukan karena kematangan. Teori Belajar yang dipakai dalam pendekatan ini sebagai aplikasi dari percobaan-percobaan tingkah laku dalaam laboratorium. Manusia merupakan mahluk reaktif yang tingkah lakunya dikontrol oleh faktor-faktor dari luar. Manusia memulai kehidupannya dengan memberikan reaksi terhadap lingkungannya dan interaksi ini menghasilkan pola-pola perilaku yang kemudian membentuk kepribadian. Tingkah laku seseorang ditentukan oleh banyak dan macamnya penguatan yang diterima dalam situasi hidupnya. Tingkah laku dipelajari ketika individu berinteraksi dengan lingkungan melalui hukum-hukum belajar: Pembiasaan klasikPembiasaan operan Peniruan. Tingkah laku tertentu pada individu dipengaruhi oleh kepuasan dan ketidakpuasan yang diperolehnya. Manusia bukanlah hasil dari dorongan tidak sadar melainkan merupakan hasil belajar, sehingga ia dapat diubah dengan memanipulasi dan mengkreasi kondisi-kondisi pembentukan tingkah laku. Adapun karakteristik konseling behavioral adalah:berfokus pada tingkah laku yang tampak dan spesifikMemerlukan kecermatan dalam perumusan tujuan konselingMengembangkan prosedur perlakuan spesifik sesuai dengan masalah klienPenilaian yang obyektif terhadap tujuan konseling.
Selanjutnya menurut Suwanto (2016:3) konseling behavioral adalah suatuteknik dalam konseling yang berlandaskan teori belajar berfokus pada tingkah lakuindividu untuk membantu konseli mempelajari tingkah laku baru dalam memecahkan masalahnya.
TUJUAN KONSELING BEHAVIORAL
-Menciptakan kondisi-kondisi baru bagi proses belajar
-Penghapusan hasil belajar yang tidak adaptif,
-Memberi pengalaman belajar yang adaptif namun belum dipelajari,
-Membantu konseli membuang respon-respon yang lama yang merusak diri atau maladaptif dan mempelajari respon-respon yang baru yang lebih sehat dan sesuai.
Faktor-faktor yang mempengaruhi Kebiasaan Negatif
1. Lingkungan Sosial
Pengaruh teman sebaya: Lingkungan sosial, terutama kelompok teman sebaya, dapat mendorong perilaku negatif. Contohnya, remaja lebih rentan meniru kebiasaan buruk seperti merokok atau menggunakan narkoba jika lingkungan pertemanan mendukung perilaku tersebut.
Keluarga: Pola asuh yang kurang mendukung, konflik keluarga, atau kurangnya perhatian dari orang tua dapat memicu kebiasaan negatif seperti perilaku agresif atau kecanduan.
2. Faktor Psikologis
Stress dan tekanan emosional: Individu sering mengembangkan kebiasaan negatif seperti makan berlebihan, merokok, atau konsumsi alkohol sebagai cara mengatasi stres.
Kesehatan mental: Kondisi seperti depresi, kecemasan, atau gangguan kepribadian dapat memperkuat pola kebiasaan buruk.
3. Kebiasaan dan Penguatan
Penguatan positif atau negatif: Kebiasaan negatif dapat berkembang melalui penguatan, baik secara langsung (misalnya merasa puas setelah merokok) atau tidak langsung (menghindari rasa tidak nyaman).
4. Budaya dan Media
Norma sosial: Budaya yang memaafkan atau bahkan mendukung perilaku tertentu, seperti konsumsi alkohol atau pelanggaran aturan, dapat memperkuat kebiasaan negatif.
Pengaruh media: Iklan atau konten yang menggambarkan perilaku negatif secara positif, seperti glamorisasi merokok, dapat memengaruhi individu, terutama kaum muda..
5. Faktor Biologis
Keturunan: Beberapa kebiasaan negatif seperti kecanduan dapat dipengaruhi oleh faktor genetik.Â
Dampak yang Terjadi Apabila Sering Kecanduan Melakukan Kebiasaan Negatif
1. Dampak Fisik
Penyakit Kardiovaskular dan Gangguan Pernafasan :Kecanduan merokok telah terbukti meningkatkan risiko penyakit jantung dan pembuluh darah, serta gangguan pernapasan seperti bronkitis kronis dan emfisema. Sebuah penelitian yang diterbitkan dalam Journal of the American College of Cardiology menunjukkan bahwa merokok berkontribusi pada penurunan fungsi jantung dan pembuluh darah (Liu et al., 2019).
Obesitas dan Diabetes Tipe 2:Kebiasaan makan berlebihan atau mengonsumsi makanan tinggi kalori dapat menyebabkan obesitas, yang meningkatkan risiko diabetes tipe 2 dan gangguan metabolisme. Penelitian dalam Diabetes Care mengungkapkan bahwa obesitas adalah faktor utama yang berkontribusi terhadap diabetes tipe 2 dan masalah kardiovaskular lainnya.
2. Dampak Psikologis dan Mental
Kecemasan dan Depresi:Kecanduan substansi (alkohol, narkoba) serta kebiasaan negatif seperti kecanduan media sosial, dapat memperburuk kondisi mental seseorang. Sebuah penelitian yang dipublikasikan dalam Psychiatry Research menunjukkan bahwa ada hubungan kuat antara kecanduan dan peningkatan gejala kecemasan serta depresi.
3. Dampak Sosial
Masalah Hubungan dan Isolasi Sosial :Kecanduan dapat menyebabkan hubungan sosial terganggu, baik dengan keluarga, teman, maupun rekan kerja. Penelitian dalam Journal of Social and Personal Relationships menemukan bahwa kecanduan substansi dan perilaku sering mengarah pada isolasi sosial dan penurunan kualitas hubungan.
Solusi untuk Mengubah Kebiasaan Negatif
1. Pengenalan Tujuan dan Pengaturan Rencana
Menetapkan Tujuan yang Jelas dan Realistis:Penelitian menunjukkan bahwa menetapkan tujuan yang spesifik dan dapat dicapai adalah langkah pertama dalam mengubah kebiasaan buruk. Sebuah studi dalam American Journal of Lifestyle Medicine mengungkapkan bahwa tujuan yang jelas dapat meningkatkan motivasi dan keberhasilan dalam mengubah kebiasaan (Gollwitzer, 2018).
2. Penggantian dengan Kebiasaan Positif
Meningkatkan Aktivitas Fisik:Olahraga tidak hanya bermanfaat untuk tubuh, tetapi juga untuk mental. Penelitian dalam Psychosomatic Medicine menunjukkan bahwa olahraga dapat mengurangi kecemasan dan stres yang sering terkait dengan kecanduan (Thoma et al., 2013). Olahraga seperti lari, yoga, atau berjalan kaki dapat menggantikan kebiasaan buruk dengan aktivitas yang menyehatkan.
Perbaikan Pola Makan:Mengganti kebiasaan makan yang buruk dengan pola makan sehat dapat meningkatkan kesehatan fisik dan mental. Penelitian dalam The Lancet Diabetes & Endocrinology menunjukkan bahwa diet sehat dapat membantu mencegah dan mengelola obesitas serta diabetes tipe 2 (Ley et al., 2014).
3. Dukungan Sosial dan Profesional
Mencari Dukungan Sosial:Mendapatkan dukungan dari keluarga, teman, atau kelompok dukungan sangat penting. Penelitian dalam Social Science & Medicine mengungkapkan bahwa dukungan sosial dapat meningkatkan keberhasilan dalam mengatasi kecanduan dan kebiasaan negatif lainnya (Kaskutas et al., 2002).
Terapi dan Konseling Profesional:Terapis perilaku kognitif (CBT) dapat membantu individu mengenali dan mengubah pola pikir serta perilaku negatif. Sebuah studi dalam Journal of Consulting and Clinical Psychology menunjukkan bahwa CBT efektif untuk mengatasi kecanduan dan kebiasaan buruk lainnya (Hofmann et al., 2012).
4. Mindfulness dan Meditasi
Praktik Mindfulness:Mindfulness, atau kesadaran penuh, dapat membantu individu mengenali pemicu kebiasaan buruk dan mengelola emosi yang mengarah pada kecanduan. Penelitian dalam Clinical Psychology Review menunjukkan bahwa mindfulness efektif dalam mengurangi kecemasan dan meningkatkan kontrol diri (Keng et al., 2011).
Meditasi untuk Pengendalian Diri:Meditasi dapat meningkatkan kontrol diri dan mengurangi keinginan untuk melakukan kebiasaan negatif. Penelitian dalam Frontiers in Psychology menunjukkan bahwa meditasi mengurangi kecanduan dan stres (Zeidan et al., 2010).
TEKNIK – TEKNIK KONSELING BEHAVIORAL
1) Latihan Asertif
Teknik ini digunakan untuk melatih klien yang mengalami kesulitan untuk menyatakan diri bahwa tindakannya adalah layak atau benar. Latihan ini terutama berguna di antaranya untuk membantu individu yang tidak mampu mengungkapkan perasaan tersinggung, kesulitan menyatakan tidak, mengungkapkan afeksi dan respon posistif lainnya. Cara yang digunakan adalah dengan permainan peran dengan bimbingan konselor. Diskusi-diskusi kelompok juga dapat diterapkan dalam latihan asertif ini.
2) Desensitisasi Sistematis
Desensitisasi sistematis merupakan teknik konseling behavioral yang memfokukskan bantuan untuk menenangkan klien dari ketegangan yang dialami dengan cara mengajarkan klien untuk rileks. Esensi teknik ini adalah menghilangkan tingkah laku yang diperkuat secara negatif dan menyertakan respon yang berlawanan dengan tingkah laku yang akan dihilangkan. Dengan pengkondisian klasik respon-respon yang tidak dikehendaki dapat dihilangkan secara bertahap. Jadi desensitisasi sistematis hakikatnya merupakan teknik relaksi yang digunakan untuk menghapus tingkah laku yang diperkuat secara negatif biasanya merupakan kecemasan, dan ia menyertakan respon yang berlawanan dengan tingkah laku yang akan dihilangkan.
3) Pengkondisian Aversi
Teknik ini dapat digunakan untuk menghilangkan kebiasaan buruk. Teknik ini dimaksudkan untuk meningkatkan kepekaan klien agar mengamati respon pada stimulus yang disenanginya dengan kebalikan stimulus tersebut.Stimulus yang tidak menyenangkan yang disajikan tersebut diberikan secara bersamaan dengan munculnya tingkah laku yang tidak dikehendaki kemunculannya. Pengkondisian ini diharapkan terbentuk asosiasi antara tingkah laku yang tidak dikehendaki dengan stimulus yang tidak menyenangkan.
4) Pembentukan Tingkah laku
Model Teknik ini dapat digunakan untuk membentuk tingkah laku baru pada klien, dan memperkuat tingkah laku yang sudah terbentuk. Dalam hal ini konselor menunjukkan kepada klien tentang tingkah laku model, dapat menggunakan model audio, model fisik, model hidup atau lainnya yang teramati dan dipahami jenis tingkah laku yang hendak dicontoh. Tingkah laku yang berhasil dicontoh memperoleh ganjaran dari konselor. Ganjaran dapat berupa pujian sebagai ganjaran sosial.
5) Covert Sensitization
Teknik ini dapat digunakan untuk merawat tingkah laku yang menyenangkan klien tapi menyimpang, seperti homosex, alcoholism. Caranya: Belajar rileks dan diminta membayangkan tingkah laku yang disenangi itu. Kemudian di saat itu diminta membayangkan sesuatu yang tidak menyenangkan dirinya. Misalnya, seorang peminum, sambil rileks diminta untuk membayangkan minuman keras. Di saat gelas hamper menyentuh bibirnya, diminta untuk membayangkan rasa muak dan ingin muntah. Hal ini diminta berulangkali dilakukan, hingga hilang tingkah laku peminumnya.
6) Thought Stopping
Teknik ini dapat digunakan untuk klien yang sangat cemas. Caranya klien disuruh menutup matanya dan membayangkan dirinya sedang mengatakan sesuatu yang mengganggu dirinya, misalnya membayangkan dirinya berkata saya jahat!. Jika klien memberi tanda sedang membayangkan yang dicemaskannya (ia berkata pada dirinya: saya jahat!), terpis segera berteriak dengan nyaring : berhenti!. Pikiran yang tidak karuan itu segera diganti oleh teriakan terapis. Klien diminta berulang kali melakukan latihan ini, hingga dirinya sendiri sanggup menghentikan pikiran yang mengganggunya itu.
KESIMPULAN
Konseling behavioral merupakan pendekatan yang berfokus pada perubahan perilaku individu melalui teknik-teknik yang didasarkan pada teori belajar. Pendekatan ini menekankan bahwa perilaku dapat dipelajari dan dimodifikasi dengan memanipulasi faktor-faktor lingkungan dan penguatan yang diterima individu. Dengan menerapkan teknik-teknik ini secara konsisten, konselor dapat membantu klien dalam proses perubahan menuju kebiasaan yang lebih positif dan adaptif, meningkatkan kualitas hidup mereka secara keseluruhan.
DAFTAR PUSTAKA
Anderson, C. A., & Dill, K. E. (2000). Video Games and Aggressive Thoughts, Feelings, and Behavior in the Laboratory and in Life, di akses tanggal 3 desember 2024
  Azrin, N. H., & Nunn, R. G. (1973). Habit-Reversal: A Method of Eliminating Nervous Habits and Tics. Di akses tanggal 3 desember 2024
Cooper, J. O., Heron, T. E., & Heward, W. L. (2020). Applied Behavior Analysis. Di akses tanggal 3 desember 2024
Duhigg, C. (2012). The Power of Habit, di akses tanggal 3 desember 2024
Gone Awry. Cooper, J. O., Heron, T. E., & Heward, W. L. (2020). Applied Behavior Analysis. Di akses tanggal 3 desember 2024
Hall, K. D., et al. (2019). "Obesity and Diabetes: Risk Factors and Management." Diabet, di akses tanggal 3 desember 2024
Kanfer, F. H., & Schefft, B. K. (1988). Guiding the Process of Therapeutic Change.Di akses tanggal 3 desember 2024
Lazarus, R. S., & Folkman, S. (1984). Stress, Appraisal, and Coping. Di akses tanggal 3 desember 2024
Liu, Y., et al. (2019). "Cigarette Smoking and Cardiovascular Disease: An Overview." Journal of the American College of Cardiology. Di akses tanggal 3 desember 2024
Miltenberger, R. G. (2015). Behavior Modification: Principles and Procedures. Di akses tanggal 3 desember 2024
Sudrajat,A.2008.Pendekatan konseling Behavioral. Di akses tanggal 3 desember 2024
http://akhmadsudrajat.wordpress.com/2008/01/23/pendekatan-konseling-behavioral/Taufik
di akses tanggal 16 desember 2024.
Volkow, N. D., & Li, T. K. (2004). Drug Addiction: The Neurobiology of Behavior, Cooper, J. O., Heron, T. E., & Heward, W. L. (2020). Applied Behavior Analysis. Di akses tanggal 3 desember 2024
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H